eramuslim.com – Pembongkaran pagar sepanjang 30 kilometer di kawasan Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2) terus menuai tanggapan dari berbagai pihak.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Ukhuwah dan Dakwah, Muhammad Cholil Nafis, turut mengomentari temuan adanya Hak Guna Bangunan (HGB) di wilayah laut sekitar PIK 2.
“Kok bisa ya, ada HGB di laut?” ujar Cholil melalui unggahannya di akun X @cholilnafis pada 20 Januari 2025.
Ia menyoroti pentingnya evaluasi dan peninjauan ulang terhadap seluruh Proyek Strategis Nasional (PSN) dan proyek-proyek lainnya yang terletak di pinggir pantai maupun wilayah laut.
“Perlu dievaluasi dan ditinjau kembali semua PSN dan proyek-proyek di pinggir pantai dan lautnya,” cetusnya.
Cholil juga mengingatkan pemerintah untuk memastikan bahwa pengelolaan tanah dan laut tidak hanya dinikmati oleh segelintir pihak tertentu.
“Jangan sampai tanah dan laut kita hanya dikuasai dan dibagi kepada segelintir orang aja,” ungkap Cholil.
Menurutnya, pemerataan dan keadilan dalam pengelolaan sumber daya tanah dan laut sangat penting. Hal ini, lanjutnya, merupakan tanggung jawab bersama demi menjaga keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
“Ini soal pemerataan dan keadilan tentang tanah dan laut Indonesia,” kuncinya.
Sebelumnya, proses pembongkaran pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di pesisir Tangerang, Banten, mengungkap fakta mengejutkan.
Wilayah laut tempat pagar tersebut berdiri dilaporkan telah berstatus Hak Guna Bangunan (HGB), yang diduga berkaitan dengan pengembangan kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 oleh Agung Sedayu Group.
Berdasarkan data dari situs Bhumi ATR/BPN, ditemukan kavling-kavling yang telah memiliki sertifikat HGB meskipun lokasinya berada di tengah perairan.
Salah satu koordinatnya tercatat di 5.999935°LS dan 106.636838°BT, menunjukkan lokasi yang jauh dari daratan atau garis pantai.
Lebih mencengangkan lagi, total luas area berstatus HGB mencapai 537,5 hektar, atau sekitar 5.375.000 meter persegi, dengan ukuran kavling bervariasi antara 3.458 meter persegi hingga 60.387 meter persegi.
Padahal, kawasan tersebut masih berupa wilayah laut yang, sesuai aturan, tidak dapat diberikan status HGB.
Temuan ini memunculkan pertanyaan besar terkait proses perizinan serta dasar hukum pemberian HGB di wilayah laut. Selain itu, proyek ini menimbulkan kekhawatiran atas dampaknya terhadap ekosistem laut serta keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam.
(Sumber: Fajar)
Mana anggota DPR terhormat mengapa tidak memsnggil mentri kelautan ,pertanahan ubtuk membuka siapa orang orang yang bertanggung jawab