Apa hubungannya dengan budaya kuliner kita?
Ada kekhawatiran. Kebiasaan kuliner yang nyaris dianggap kewajiban membuat pola makan dan minum kita menjadi rumit dan sulit. Karena orang yang berkuliner biasanya cenderung mencari yang baru dari makanan dan minuman. Bahkan bukan hanya menunya. Tetapi cara makan dan cara minumnya. Tak hanya itu, suasana pun termasuk yang dicari dan dikejar. Ketika makan di taman, pinggir kolam air sudah dianggap biasa, sebuah rumah makan menawarkan makan bersama singa.
Akhirnya, makanan dengan menu dan suasana ‘biasa’ di rumah menjadi sulit dinikmati.
Bukankah orangtua sering kesulitan membangkitkan selera makan anak-anaknya? Orangtua sering tidak sadar bahwa salah satu sebabnya adalah pola makan yang dibiasakan. Kalau kebiasaan itu tidak dilakukan, maka anak ngambek tak mau makan.
Suatu pagi menjelang siang, saya melihat seorang anak yang usianya baru sekitar lima tahun. Dia terlihat marah. Duduk dengan wajah lesu dan kecewa. Saya mendekatinya dan bertanya ingin tahu apa yang tengah terjadi. Sambil menunjuk-nunjuk makanan di meja dia tumpahkan kemarahannya, “Nggak begitu makanannya. Harusnya roti, susu, nugget….(dia terus menyebut daftar menu).”
Saya pun merengkuhnya dan saya katakan, “Nak, kalau kamu tidak mau makan makanan yang sudah tersedia, ya sudah tidak usah kamu makan. Ditinggal saja tapi tidak usah dihina makanannya. Sebab Rasul dulu kalau tidak suka sebuah makanan, tidak memakannya tapi tidak menghinanya.”
Begitulah dialog ringan saya dengan anak kecil itu.