Awalnya, Presiden SBY mengirim surat tertanggal 26 Maret 2010 menyebutkan, “Menyusul surat kami Nomor R-17/Pres/03/2010 tanggal 25 Februari 2010 perihal Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 47 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010, bersama ini dengan hormat kami bahwa dalam pembahasan rancangan undang-undang tersebut, selain menugaskan Menteri Keuangan, kami menugaskan pula Menteri Kordinator bidang Perekonomian, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, untuk mewakili kami dalam membahas rancangan undang-undang tersebut”.
Surat ini disampaikan Presiden SBY, di mana sebelumnya Menkeu Sri Mulyani , yang mewakili pemerintah kehadirannya di Komisi XI ditolak, sehingga pembahasan RABPN Perubahan, batal untuk dibahas. Selanjutnya, Menkeu Sri Mulyani mempertanyakan penolakan tersebut. “Presiden menanyakan kehadiran saya ada undangan atau tidak. Undangan ditunjukkan ada. Presiden tanya, apa alasan Komisi Keuangan menunda acara yang mereka undang”, ujar Sri Mulyani. Menurut anggota Komisi XI dari PKS, Shohibul Iman, menegaskan, “Pada waktu kami rapat pimpinan setelah paripurna, suratnya belum kami terima, saya sendiri baru terima sebelum rapat”, ujarnya.
Tentu, kehadiran Sri Mulyani di Komisi XI, yang membidangi keuangan itu, menjadi perdebatan dan kontroversi, sesudah adanya keputusan dari Pansus DPR terkait dengan bail out Bank Century, yang secara ekplisit keputusan itu, menyebutkan Sri Mulyani dan Boediono, sebagai pejabat yang bertanggung atas bail out itu. Keputusan paripurna DPR yang berkaitan dengan Century itu, mempunyai dasar hukum, yang tidak semestinya Presiden SBY, secara terang-terangan tetap membela Sri Mulyani dan Boediono.
Sekarang, situasi politik semakin terus meningkat suhunya, di mana pasca Kongres PDIP, partai berlambang kepala ‘banteng’ itu tetap mempertahankan posisi sebagai kekuatan oposisi. PDIP telah mengambil sikap dengan memboikot kehadiran Sri Mulyani di DPR, khususnya di Komisi XI, yang akan membahas RAPBN-P, dan ini mempunyai dampak yang serius bagi pemerintahan SBY. “Pimpinan Fraksi sudah mengirim memo kepada Ketua Kelompok Fraksi Badan Anggaran yakni Emir Muis mengenai hal tersebut”, kata Ketua Fraksi PDIP, Tjahjo Kumolo, yang baru terpilih sebagai Sekjen PDIP.
Tjahjo mengisyaratkan kalaupun Sri Mulyani hadir posisinya hanya mendampingi Menko Ekuin Hatta Rajasa. “Kalau toh Sri Mulyani hadir, posisinya hanya mendampingi saja dan tidak menyampaikan materi atas nama pemerintah”, tegas Tjahjo. Dengan begitu posisi Sri Mulyani sudah menjadi domisioner. Karena tidak lagi diakui oleh FPDIP, sebagai kelompok fraksi yang mempunyai suara besar di parlemen.
Lebih jauh, anggota DPR dari Fraksi Gerindra, Desmond J Mahesa, menambahkan, pemboikotan itu justru untukmenghormati keputusan DPR, yang sudah memilih opsi C, ketika paripurna yang lalu, yang memutuskan kasus bail out Bank Century.
Langkah-langkah politik yang sekarang mulai bermunculan, seperti usaha untuk menyampaikan hak pendapat, yang dapat berdampak bagi Presiden SBY. Di mana sejumlah anggota legislatif mulai menyampaikan hak pendapat, yang sekarang sedang digalang. Lima anggota DPR, seperti Maruarar Sirait (PDIP), Lily Wahid (PKB), Bambang Soesatyo (Golkar), Akbar Faizal (Hanura), dan Desmon Mahesa sudah meneken hak menyatakan pendapat.
“Saya melihat dengan seksama. Sepertinya akan ada trend yang tak bisa ditahan," ucap Setyo Novanto, Ketua Fraksi Golkar. Novanto menambahkan, "Tidak tertutup kemungkinan Golkar juga akan mendukung hak menyatakan pendapat”, tambah Novanto.
Sekarang memang masih membentuk tim pengawas kasus Century, yang memerlukan pengawasan. Tapi, perkembangan dan dinamika politik terus berlangsung, dan posisi dari ‘Jeng Ani’, sudah sangat sulit, meskipun SBY tetap mempertahankannya. Dengan ditolak di Komisi XI, yang membahas RAPBN-P, ‘Jeng Ani’ sudah kehilangan legitimasinya sebagai Menkeu. (m/rmdk/kmps)