eramuslim.com – Penyakit Ebola sudah menjangkiti pemimpin Indonesia sekarang. Ebola alias “E Boong Lagi” dilakukan terus menerus oleh rezim penguasa Indonesia sekarang ini. Sampai kini, dari sekian banyaknya janji kampanye pilpres tidak ada yang direalisasikan, kecuali Tol Laut, alias Jalan Tol yang berubah menjadi layaknya lautan ketika hujan menerpa ibukota Jakarta. Ebola kali ini adalah tentang harga BBM yang “diturunkan”. Adalah Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Arief Poyuono, yang menyebut pemerintahan Jokowi-JK bohong besar soal hitungan subsidi BBM di Indonesia. Arif menyebut saat ini masyarakat tidak disubsidi, tetapi justru malah pemerintah masih mendapatkan keuntungan besar dari penjualan BBM jenis Premium.
Arif membeberkan hitungan harga BBM subsidi di Indonesia yang dikatakan mengikuti mekanisme pasar. Dengan menggunakan dasar perhitungan (MOPS) yang diterapkan pemerintah Jokowi-JK dengan harga sebesar rata rata Gasoline (BBM) USD 60,203 FOB ditambah Pajak Pertambahan Nilai 10 persen (VAT Local) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 5 persen, maka didapat harga BBM sebesar USD 69,23345 per barel.
Jika ditambahkan dengan biaya penyimpanan dan margin keuntungan sebesar 5 persen equivalen USD 3,46 per barel dari harga BBM yang diimpor, maka akan didapati harga BBM sampai ke konsumen sebesar USD 72,69 (dibulatkan),” ujar Arif. Dengan harga USD 72,69 per barel untuk harga BBM sesuai mekanisme pasar, jia satu dollar AS mencapai Rp.12.500, maka harga per liter BBM harusnya adalah sebesar Rp 908668 /159 liter = Rp 5.714 per liter.”
Menurut Arif, dengan penetapan harga BBM jenis Premium sebesar Rp.7.600/liter, sesungguhnya sekarang pemerintah tengah ‘merampok’ rakyat dengan mendapatkan keuntungan besar dari penjualan BBM premium dengan selisih keuntungan Rp 1.886/liter plus ditambah pajak PPN dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor sebesar Rp.707. (rz)