Eramuslim – Seorang gubernur atau kepala daerah hanya bisa diberhentikan oleh rakyat yang memilihnya.
Begitu tegas disampaikan pakar politik dan hukum Universitas Nasional Jakarta, Saiful Anam, menanggapi adanya Instruksi Mendagri 6/2020 tentang penegakan protokol kesehatan untuk pengendalian penyebaran Covid-19.
“Saya kira sulit sekali ya (berhentikan kepala daerah). Instruksi Mendagri itu kan tidak jelas ‘jenis kelaminnya’,” ujar Saiful Anam kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (20/11).
Karena, lanjut Saiful, dalam tata urutan peraturan perundang-undangan pada Pasal 7 Ayat 1 UU 12/2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana telah diubah menjadi UU 15/2019 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, tidak terdapat instruksi dalam hirarki normal hukum yang diakui di Indonesia.
“Bahkan intruksi itu mestinya sudah dikurangi atau bahkan tidak dikeluarkan lagi pascadiaturnya tata urutan peraturan perundang-undangan. Kalaupun berlaku maka sifatnya internal lembaga yang mengeluarkan. Instruksi itu hanya sebatas pengumuman bagi instansi internal atau bawahannya,” jelas Saiful.
Sehingga, menurut Saiful, Gubernur bukanlah bawahan Mendagri dan bisa dipecat jika melanggar Instruksi Mendagri 7/2020 yang baru diterbitkan pada 18 November kemarin.
“Apakah Gubernur bawahan Menteri Dalam Negeri? Saya kira bukan ya, karena Gubernur dan Wakil Gubernur dipilih langsung oleh rakyat, sama halnya Presiden. Sehingga yang berhak memberhentikan Gubernur hanya rakyat yang memilihnya,” pungkasnya. (rmol)