Hamid Awaludin: Tidak Benar pasal 31 ayat 1 UU Pemda sebagai Instrumen Penonaktifan Pejabat Negara

Mahkamah Konstitusi hari ini, menggelar sidang pleno pengujian pasal 31 ayat 1 UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, dengan agenda mendengarkan keterangan Pemerintah yang di wakili oleh Menteri Hukum dan HAM, Mendagri, DPR RI, serta saksi ahli dari pemohon. Sebelumnya perkara dengan pemohon Bupati Sarolangun Jambi, Muhammad Madel telah melalui dua kali sidang pemerinksaan pendahuluan. Kasus ini mencuat ketika Muhammad Madel diberhentikan sementara dari jabatannya karena diduga melakukan korupsi.

Di sela-sela persidangan kuasa hukum pemohon, Suhardi Tomomoelyono menyatakan, bahwa permohonan yang diajukan oleh pemohon sangat serius, sebab hak-hak konstitusinya sebagai pejabat Pemda telah dilanggar, karena berlakunya pasal 31 ayat 1 UU No. 32/2004. Selain itu, UU No. 32 bertentangan dengan UUD 45 khususnya pasal 28d ayat 1 jo pasal 27 ayat 1 UUD 45.

"Substansi UU tersebut, ada yang bertentangan dengan hukum privat. Terutama yang menyangkut pelaksanaan HAM. UU ini masih sangat multitafsir, " katanya di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu (22/02)

Di tempat yang sama Menteri hukum dan HAM Hamid Awaludin menganggap, substansi pasal 31 ayat 1 UU No.32/2004, tidak bertentangan dengan konstitusi, sebab pemikiran pemerintah saat menyusun substansi UU tersebut bertujuan untuk menegakan independensi dalam pengadilan, ketika pejabat publik sedang menjalani pemeriksaan terkait kasus korupsi.

"Tidak benar, kalau pasal 31 ayat1 menjadi instrumen untuk menggampangkan penonaktifan seorang pejabat, kalau kita baca penjelasan dalam pasal tersebut pemberhentian akan dilakukan, jika berkas acara pidana sudah di level pengadilan, " ungkapnya.

Menurutnya, pembuat UU yaitu DPR dan Pemerintah menginginkan proses Pengadilan dilaksanakan secara independen, serta adanya konsentrasi dari pejabat ketika menjalani proses hukum.

Hal senada juga diungkapkan oleh Menteri dalam negeri, M. Ma’ruf menyatakan, pejabat daerah dapat diberhentikan secara otomatis, jika diduga telah melakukan korupsi atau hal-hal yang merugikan negara. Hal tersebut dimaksudkan agar proses penegakan hukum tidak terhambat dengan pekerjaan sebagai pejabat Pemerintah.

"Pemerintah menjunjung asas praduga tidak bersalah, kami berpendapat pemberhentiansementara pejabat Pemerintah yang bermasalah, dalam rangka menjunjung asas tersebut, " ujarnya.

Sesuai dengan pasal 33 UU No.32/2004, lanjutnya pemberhentian terhadap pejabat yang bermasalah akan dicabut, jika pejabat tersebut terbukti tidak bersalah dan kemudian dilanjutkan dengan proses rehabilitasi nama baik. (Novel/Travel)