Kendati Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wapres Jusuf Kalla (JK) melalui Golkar dan Demokrat terus bergerilya untuk menggagalkan hak angket DPR RI yang akan meminta penjelesan pemerintah perihal impor beras dari Vietnam sebanyak 110.000 ton pada 31 Januari mendatang itu, para pengusul optimistis hak angket pada Paripurna DPR RI pada Selasa (24/1) akan berlangsung mulus.
“Kami tetap otimis dan sampai hari ini semua pimpinan fraksi-fraksi DPR seperti PDIP, PKS, PAN, PKB, dan PDS belum ada yang masuk angin atau kena berubah sikap setelah SBY memanggil 11 menteri dari Parpol maupun langkah-langkah politik lainnya untuk menggagalkan angket beras itu,” ujar Ario Bimo dari F-PDIP DPR RI pada wartawan di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Senin (23/1).
Kalaupun pengambilan putusan itu dilakukan dengan voting, Ario Bimo tetap optimistis hak angket impor akan mulus. FPDIP dengan 109 suara, FPAN 52 suara, FPKS 45 suara, FPPP 38 suara, FKB 8 suara, dan FPDS 9 suara. Untuk itu katanya PDIP akan mengarahkan paripurna untuk mengadakan voting anggota bukan berdasarkan suara dari fraksi-fraksi DPR karena angket itu sebagai hak anggota. Ia menjelaskan jika langkah itu bukan untuk menjatuhkan pemerintahan SBY—JK.
Hal serupa disampaikan Choirul Saleh Rasyid dari FKB DPR. Ia menegaskan jika F-PKB akan all out memperjuangkan hak angket beras tersebut. Sebagaimana diinstruksikan oleh Ketua Umum Dewan Syuro DPP PKB KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) katanya, jika masalah beras ini bukannya akibat stok yang menipis melainkan akibat adanya 22 pengusaha (sepekulan) beras yang sengaja menimbun untuk mengambil keuntungan sendiri.
“FKB DPR pun tidak akan masuk angin. Kecuali jika terbukti kalah di Paripurna DPR RI karena angket beras ini sudah menjadi masalah politik, maka FKB DPR sudah menunjukkan kepada rakyat dan konstituen seluruh Indonesia bahwa FKB DPR jelas-jelas menolak impor beras karena akan membuat petani susah dan rugi,” terang Choirul.
Sementara itu Sundari Fitriani dari F-PPP menyesalkan langkah SBY yang memanggil para menteri dari Parpol dan pimpinan Parpol terkait hak angket beras ini, karena berarti parpol telah menjadi bember kebijakan pemerintah yang merugikan rakyat.
“Kalau itu dibiarkan, maka pemerintahan SBY—JK ini akan menjadi pemerintahan otoriter yang menghalalkan segala cara demi kekuasaan. Seharusnya pemerintah melakukan pertamuan itu sejak awal untuk memperkuat ketahanan pangan, dan bukannya untuk menghadang hak angket,” kata Sundari.
Mestinya SBY—JK tidak perlu panik jika kebijakannya benar dan tidak akan merugikan petani. Apalagi hak angket itu merupakan hak setiap anggota dewan untuk mengontrol kebijakan eksekutif. SBY sebelumnya diberitakan akan bertemu dengan pimpinan parpol di kediamannya di Cikeas pada Sabtu (21/1) lalu, tapi gagal dan dijadwalkan kembali pada Senin (23/1) malam.
Ketua F-PDIP DPR Tjahjo Kumolo menilai wajar kemungkinan adanya deal-deal politik antara SBY dengan sejumlah pimpinan parpol itu. Apalagi parpol tersebut menempatkan posisinya sebagai partai pendukung pemerintah.
”Saya konfirmasi pada Ketua Umum PAN Sutrisno Bachir jika beliau diundang oleh presiden. Tapi, itu tidak akan merubah sikap kader PDIP di DPR dalam memperjuangkan lolosnya hak angket dan interperlasi. DPR juga akan terus mengkritisi semua kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat,” katanya.
Kecenderungan perubahan sikap parpol tersebut terlihat ketika ada beberapa pimpinan parpol yang tadinya mendukung hak angket dan interpelasi, sudah memberikan warning bahwa impor boleh jika keadaan sudah darurat.
”Itu memang hak masing-masing fraksi dan partai, kita tetap berharap bisa secara bersama-sama dengan fraksi lain untuk mendukung angket beras itu. Tapi kalau harus jalan sendiri, F-PDIP siap dan akan tetap mengikuti mekanisme konstitusional, bahkan sampai tingkat voting. Saya yakin masyarakat sudah cukup dewasa dan bisa menilai, fraksi dan partai mana yang benar-benar membela rakyat,”katanya optimis.
Cecep Rukmana dari F-PAN DPR menegaskan hal yang sama jika PAN sikapnya tidak berubah untuk terus mendukung angket beras dan ingin mengetahui sejauh mana urgensi impor beras oleh pemerintah itu. Karena itu FPAN DPR menggunakan jalur hak angket dan interpelasi. Selain itu PAN ingin meluruskan informasi pada masyarakat bahwa permasalahannya bukan pada halal dan haramnya impor beras, melainkan bagaimana meningkatkan harga gabah petani Indonesia,” tandas dia. (dina)