Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang mengadili perkara Pemimpin Front Pembela Islam (FPI), Mohammad Habib Riziq Shihab, berkaitan dengan peristiwa kerusuhan yang terjadi pada, 1 Juni , 2008, di sillang Monas,memutuskan menghukum (memvonis) 1,5 tahun penjara terhdap terdakwa. Keputusan pengadilan itu, disambut dengan penuh kesedihan diantara para anggota FPI, serta sejumlah tokoh Islam, yang hadhir menyaksikan keputusan itu. Bahkan, keputussan itu, hamper menimbulkan kerusuhan dari para pendukung FPI, yang tidak puas atas keputusan yang diambil oleh pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Atas keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang menghukum Habib Riziq, 1,5 tahun penjara itu, lansung Habib Riziq mengajukan banding kepada Mahkamah Agung. Karena, menilai keputusan itu sangat tidak adil. “Tadi sudah banding. Kita tinggal administrasinya saja. Itu spontan saja. Itu spontan dari Habib sendiri”,kata M.Assegaf, usai sedang di Pengadilan Jakarta Pusat. Hal senada disampaikan kuasa hukum, Ari Yusuf, yang menegaskan : “Kita akan ajukan banding terhadap keputusan ini. Kalau kita ikuti tuntutan yang diajukan inkonsistensi. Habib didakwa menganjurkan, melakukan. Ini menganjurkan apa? Dan, melakukan apa?”, kata Ari.
Memang ini menjadi sebuah kesedihan. Di mana Habib Riziq, serta para pemimpin Islam, yang ingin membela Islam, dan memberantas kesesatan seperti Ahmadiyah, justru dijebloskan ke dalam penjara. Di dakwa melakukan tindak kekerasan, dan hasutan, yang menyebabkan terjadinya kerusuhan di Silang Monas. Padahal, apa yang terjadi di Monas, dan tindakan yang dilakukan anggota FPI, dan Ormas Islam lainnya, tak lain adalah hanya ekses dari sikap kelompok AKKBB, yang terang-terang melakukan pembelaan terhadap Ahmadiyah, yang dimata umat Islam dan tokoh Islam, merupakan gerakan yang telah merusak aqidah Islam.
Mohammad Habib Riziq, yang oleh kalangan Islam disebut sebagai seorang mujahid, yang selama ini mempunyai perhatian yang sangat luar biasa terhadap Islam dan umatnya. Organisasinya yang didirikannya FPI, tak lain, adalah dalam rangka untuk menjaga umat dari pengaruh kemungkaran. Maka, sepanjang berdirinya, FPI selalu melakukan usaha-usaha yan sangat serius untuk memberantas kemunkaran. Seperti tindakan yang dilakukannya penutupan tempat-tempat maksiat, seperti cape, dan bahkan pernah melakukan aksi penyerbuan kantor Majalah Play Boy, di wilayah Jakarta Selatan. Tindakan yang dilakukan FPI mendapat keceman dari kalangan-kalangan yang merasa terganggu. Bahkan, sejumlah fihak menuduh FPI, sebagai kelompok ‘preman berjubah’.
Namun, sepanjang berdirinya organisasi FPI ini, yang menggunakan semboyan : ‘Hidup mulia atau mati syahid’, telah memberikan sumbangan yang tidak sedikit bagi umat Islam di Indonesia. Ketika, terjadi tsunami di Aceh, pertama yang datang ikut menyelamatkan rakyat Aceh adalah laskar FPI. Ratusan laskar FPI datang ke Aceh, mengumpulkan mayat-mayat, yang jumlahnya ratusan, sampai memandikan dan menguburkannya. Habib Riziq sebagai pimpinan tidur di tenda, di dekat kuburan, bersama dengan anggota lainnya. Jenazah seorang perwira Polri dari Polda Aceh, Kolonel Sayyed Husein , yang menemukannya juga laskar FPI.
Ketika berlangsung gempa bumi di Sukabumi, di Bantul, Habib Riziq mengirimkan anggota untu membantu umat Islam, di daerah bencana. Di Bantul, laskar bersama dengan umat Islam lainnya, bahu membahu bersama dengan organisasi lainnya, membantu umat Islam. Namun, stigma yang terus dibangun adalah sebagai kelompok yang lekat dengan kekerasan. Bahkan, ada usaha-usaha yang sistematis yang dilakukan berbagai kelompok untuk membubarkan FPI, dan bahkan FPI ingin dikaitkan dengan kelompok teroris.
Kini, Habib Riziq bersama Munarwan, mendekam di penjara, dan divonis 1,5 tahun, atas perbuatan yang dinilai salah melanggar hukum. Padahal, apa yang mereka lakukan dalam rangka menyelamatkan aqidah umat Islam, dari rongrongan Ahmadiyah dan pendukung-pendukungnya.