Ketua Front Pembela Islam Umum (FPI) Habib Rizieq Shihab tidak dihadirkan dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (19/6). Namun Habib mengirimkan surat kepada Majelis Hakim, yang berisi penolakan terhadapa jawaban yang disampaikan oleh Tim Kuasa Hukum termohon dalam persidangan sebelumnya.
"Saat membaca jawaban Tim Kuasa Hukum termohon (polisi), pemohon (Habib RIzieq) sangat kecewa, karena termohon dengan mat nekat dan tanpa punya rasa malu, telah menodai dan menistakan mejelis hakim tunggal yang terhormat melalui berbagai macam kebohongan dan manipulasi data yang dituangkan dalam jawaban
tersebut, " ujar Habib Rizieq Shihab dalam suratnya yang dibacakan Kuasa Hukumnya Ary Yusuf Amir dalam persidangan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (19/6)
Surat yang ditulis Habib Rizieq Shihab dari ruang tahanan Polda Metro Jaya, di antaranya mengungkap beberapa kebohongan yang diungkapkan oleh termohon yakni pada point 10 halaman 11, termohon (polisi) menyatakan walaupun pemohon (Habib) sudah diberitahukan agar tidak ikut ke Markas Polda, tapi terus memaksa ikut untuk mendampingi anggotanya ke Markas Polda.
Pernyataan itu dibantah Habib Rizieq, karena pada saat penangkapannya itu, dirinya tidak pernah diberi tahu untuk tidak ikut ke Markas Polda, dan dirinya pun tidak pernah memaksa untuk ikut.
Justru dihadapannya, keluarga dan sekretaris Habib Rizieq, aparat meminta Habib ikut ke Polda untuk membicarakan kronologis insiden Monas. Namun, ketika Habib Rizieq mengatakan akan menunggu pengacara untuk diajak turut serta, pihak termohon malah mengarahkan supaya pengacara itu adatang langsung ke Mapolda Metro Jaya.
"Mulai kedatangan aparat polisi ke rumah, hingga Habib diperiksa, dan ditetapkan sebagai tersangka polisi (termohon) tidak pernah menunjukkan surat pemanggilan, surat pengakapan yang ditujukan kepada Habib maupun yang lainnya, " jelasnya.
Dalam suratnya Habib Rizieq juga menyampaikan bantahan yang dilontarkan oleh pihak termohon, bahwa dirinya tidak mau menceritakan kegiatan ceramahnya yang dilakukan pada tanggal 28 Mei di Masjid Al-
Islah.
"Ini adalah dusta, karena sesampaiknya di Markas saya langsung diambil photo dari samping, depan, dan belakang, bagaikan penjahat, itupun tanpa penjelasan untuk apa dan kenapa. Polisi pun langsung
mengintrogasi, bukan mewawancarainya, langsung diperiksa sebagai tersangka, terkait pasal 170 jo 55, pasal 156, pasal 221, dan pasal 351, " tegas Habib Rizieq.
Selama pemeriksaan itu, lanjut Habib Rizieq, polisi tidak pernah menanyakan mengenai kegiatannya dakwahnya dan tidak pernah menunjukan VCD tersebut, dan pemeriksaan ini juga disaksikan oleh tim pengacaranya.
Pihak termohon dalam jawabannya menyimpulkan bahwa Habib rizieq melakukan penghasutan perang terhadap Ahmadiyah, dan kesimpulan itu menurut Habib Rizieq sangat berbahaya, karena diambil secara gegabah, sepotong-sepotong, tidak lengkap dan komprehensif dengan maksud untuk memberikan kesan hasutan, untuk menyatakan perang terhadap Ahmadiyah.
Habib Rizieq mengakui, dihadapan umat Islam dirinya selalu berpesan agar umat sabar menunggu dikeluarkannya SKB tiga menteri tentang Ahmadiyah. Umat Islam tidak boleh melakukan kekerasan terhadap Ahmadiyah. Namun jika SKB Ahmadiyah sudah keluar maka peran umat Islam sebagai pengawas, dan apabila terjadi pelanggaran terhadap SKB Ahmdiyah wajib di proses secara hukum.
"FPI siap membantu pemerintah dalam program pembinaan dan penyadaran warga JAI, namun jika pemerintah tidak melarang dan dengan sengaja melegalkan Ahmadiyah, memelihara dan melindungi, maka kami mengajak umat Islam untuk perang melawan Ahmadiyah, karena telah merusak akidah Islam dengan bukti kekafirannya, " papar Habib Rizieq.
Surat tersebut dibacakankan oleh kuasa hukum Habib Rizieq Shihab, Ary Yusuf Amir yang disambut dengan kumandang Takbir dari para pendukung Habib Rizieq Shihab.
Menurut Ary, Habib Rizieq tidak dapat menghadiri sidang praperadilan tersebut karena alasan keamanan.
Selain itu, dua saksi fakta penangkapan Habib Rizieq juga dihadirkan dalam persidangan itu yaitu, Darma Bakti Ginting dan Neneng Yulinza. (novel)