Gubernur Lemhanas Muladi menegaskan, pembubaran ormas-ormas yang dipandang radikal tidak dapat dilakukan oleh lembaga eksekutif, namun harus melalui putusan pengadilan.
"Prinsipnya kita menghargai kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat, tetapi segala penyelesaian tindakan anarkis harus menghormati hukum yang berlaku," katanya dalam Rapat Kerja dengan Komisi I, di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (13/7).
Menurutnya, meningkatnya aksi kekerasan dan pemaksaan oleh sekelompok masyarakat yang terjadi akhir-akhir ini, menunjukan bahwa meskipun kran demokrasi telah terbuka, namun pelaksanaannya belum terarah dengan baik, sehingga aspirasi masyarakat tidak terserap secara maksimal.
Lebih lanjut Muladi menegaskan, sikap ragu-ragu yang diambil oleh aparat penegak hukum menjadi penyebab yang memperkuat kelompok masyarakat untuk mengambil tindakan main hakim sendiri, termasuk dalam kegiatan aksi unjuk rasa yang pernah digelar oleh kelompok buruh beberapa waktu lalu di Jakarta.
"Main hakim sendiri termasuk merusak dan bersikap anarkis, hanya bisa dibenarkan hukum di Indonesia atas dasar pasal 49 KUHP dalam kondisi darurat," jelasnya.
Ia mengangap, perlu adanya revisi terhadap Undang-undang No.8 tahun 1985 tentang Organisasi Massa, sebab yang berlaku saat ini sudah tidak sesuai dengan tuntutan reformasi. (novel)