Pemerintah, dalam hal ini Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) tidak bisa berbuat apa-apa atas terbit dan beredarnya malajah Playboy, dan selanjutnya mempersilakan kepada aparat kepolisian untuk menindak secara hukum jika majalahPlayboy melakuan pelanggaran.
“Depkominfo tidak bisa berbuat apa-apa terhadap penerbitan majalah Playboy. Kalau dirasa melanggar susila, maka itu sudah menjadi kewajiban aparat kepolisian untuk menindak. Kami sudah menghubungi Kapolri Jenderal Sutanto. Yang jelas berdasarkan UU Pers, Depkominfo tidak bisa berbuat apa-apa, sehingga diserahkan pada aparat sesuai KUHP pasal 281 dan 282 tentang kesusilaan," kata Menkominfo Sofyan Djalil kepada wartawan di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Selasa (11/4).
Menurutnya, tidak saja majalah Playboy yang mesti ditertibkan, melainkan semua majalah dan penerbitan yang melanggar susila juga harus ditindak secara tegas. Ditegaskannya, pemerintah mendukung langkah-langkah masyarakat, DPR maupun DPD untuk melakukan perbaikan terrmasuk menolak pronografi dan pornoaksi.
Sementara itu, Sekjen PP GP Ansor, Malik Haramaian mendesak pemerintah melakukan kontrol yang ketat terhadap sejumlah penerbitan seperti majalah, tabloid, termasuk televisi dan sebagainya yang jelas-jelas menjual aurat perempuan. Karena penerbitan dan televise semacam itu hanya mengutamakan kepentingan bisnis yang justru mendistorsi makna kebebasan pers.
Dikatannya, bukan hanya malajah Playboy yang diwasi ketat, tapi juga majalah dan penerbitan sejenis. “Bahwa kebebasan pers itu tidak menjadi deskruktif dan sama sekali tidak memiliki semangat pendidikan dan juga pencerahan. Karena visi dan misi per situ adalah agar memiliki semangat edukasi, pencerahan, informative, dan tidak membunuh dan menghancurkan karakter kultur dan etika masyarakat Indonesia,”ujar mantan Ketua Umum PB PMII itu.
Oleh sebab GP Ansor tidak sepakat dengan kebebasan pers yang tidak bertanggungjawab dan hanya mempertimbangkan bisnis dan pers menekankan pada industri dan ekonomi semata. Menurut Malik penekanan hanya terhadap aspek bisnis itu bisa membunuh karakter, kultur dan etika bangsa Indonesia. Sehingga kebebasan pers itu harus ditempatkan secara proporsional dan tidak mengekploitasi seksualitas.
Dikatakannya, saat ini banyak beredar penerbitan yang sarat dengan gambar dan foto-foto yang mengutamakan gairah seks, yang bisa berdampak negatif bagi masyarakat seperti pemerkosaan, perselingkuhan, prostitusi, sampai pembunuhan dan perampokan. Untuk itu Malik Haramaian meminta aparat kepolisian secara aktif merazia penerbitan porno tersebut.
“Kalau perlu menyeret jajaran pimpinan penerbitan tersebut secara hukum. Sehingga ada efek jera kepada mereka. Di mana sampai saat ini belum ada pimpinan dan jajaran penerbit tabloid dan malajah berbau porno itu dijebloskan ke penjara. GP Ansor siap membantu aparat untuk mensweeping majalah dan tabloid porno tanpa melalui kekerasan,” usul dia. (dina)