eramuslim.com – Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia mengaku terkejut dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah syarat pencalonan pada pilkada.
Namun, ia mengaku tetap menghormati putusan MK tersebut.
“Buat saya untuk kesekian kalinya, putusan MK ini selalu menjadi kejutan. Ini kita kan tinggal sisa seminggu lagi menuju pendaftaran, tiba-tiba ada kebijakan baru dan kita sama-sama tahu putusan MK itu final and binding (final dan mengikat, red),” kata Doli di gedung JCC Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2024).
Doli mengatakan pihaknya segera menghubungi KPU RI untuk berkoordinasi lebih lanjut soal dampak putusan itu.
Meski begitu, Doli mengakui putusan MK tersebut akan mengubah peta politik jelang pesta demokrasi yang berlangsung pada 27 November mendatang.
“Ya kalau secara politik, secara strategi, begitu peraturan berubah, begitu peta kekuatan berubah, ya tentu kita harus menyesuaikan diri,” katanya.
Ketua Komisi II DPR RI itu juga akan berkomunikasi dengan jajaran Koalisi Indonesia Maju (KIM) untuk menyusun strategi menyikapi putusan MK tersebut.
“Nanti saya kira Golkar bersama dengan KIM mungkin harus duduk bersama lagi, memetakan ulang. Kira-kira nanti pasca dari putusan MK seperti apa. Sekali lagi, kita tunggu putusan MK seperti apa nanti salinan lengkapnya,” kata Doli.
Sebelumnya, MK memutuskan mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024. Putusan ini adalah hasil dari gugatan yang diajukan oleh Partai Buruh dan Gelora.
“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan, Selasa, sebagaimana dilansir dari Kompas.com.
Dengan dikabulkannya permohonan tersebut, MK memutuskan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD.
MK memutuskan, menyamakan ambang batas pencalonan kepala daerah dari partai politik dengan ambang batas pencalonan kepala daerah jalur independen/perseorangan/nonpartai sebagaimana diatur pada Pasal 41 dan 42 UU Pilkada.
(Sumber: Kompas)