Aliansi Kebhinekaan dan Anti Kekerasan Malang menuntut Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mencabut fatwa sesat terhadap aliran Islam Syiah. Mereka berpendapat fatwa tersebut memicu kebencian terhadap kelompok dan paham tertentu. “Fatwa justru memicu kekerasan,” kata koordinator Aliansi, Reymond Kamil, Rabu, 5 September 2012.
Aliansi yang terdiri dari kalangan akademikus, mahasiswa, dan pegiat sosial ini mengeluarkan tuntutan tersebut seusai diskusi di padepokan Komunitas Kalimetro. Para aktivis ini khawatir jika stigma ini dibiarkan, maka aksi kekerasan terhadap kelompok Syiah di Sampang ini akan merembet ke daerah lain.
“Jawa Timur sebagai percontohan. Bisa meledak di tempat lain,” katanya. Apalagi komunitas Syiah tersebar di sejumlah tempat di Jawa Timur. Bahkan, kekerasan juga mengancam komunitas minoritas lain, termasuk penganut aliran kepercayaan dan paham lainnya.
Menurut Reymond, modus kekerasan terhadap kelompok Syiah di Sampang identik dengan kekerasan terhadap Ahmadiyah. Bahkan, Gubernur Jawa Timur mengeluarkan surat keputusan yang membatasi aktivitas Ahmadiyah sehingga jemaat Ahmadiyah semakin terdesak.
Aliansi menuntut pemerintah mendirikan pemukiman yang layak di lokasi semula. Sekitar 230 rumah korban kekerasan rata dengan tanah. Selain itu, pemerintah juga harus memberikan pendidikan yang layak demi masa depan anak-anak korban kekerasan di Sampang. “Sampai saat ini anak korban Sampang tak bersekolah,” katanya.
Muhsin Iqbab dari Lembaga Bantuan Hukum Universalia menuntut agar penegakan hukum terhadap kasus kekerasan diusut tuntas. Aparat penegak hukum, katanya, harus memberikan perlindungan hukum terhadap seluruh warga negara. “Tajul Muluk dan pengikutnya adalah korban kekerasan. Adili seadil-adilnya,” katanya.(fq/tempo)