Komnas HAM: GIDI Anggap Tolikara Sebagai Tanah Suci

GIDI terorisEramuslim.com – Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Maneger Nasution, menyampaikan hasil temuan Komnas HAM terkait tragedi Idul Fitri di Tolikara. Komnas HAM menyebut terjadi tindakan intoleran, pelanggaran HAM di Tolikara. Hal itu, diantaranya didasari dengan adanya surat yang diedarkan secara resmi oleh pengurus GIDI wilayah Tolikara, sebelum tragedi penyerangan shalat Idul Fitri.

“Ada kasus intoleransi yang kalau dalam bahasa Hak Asasi Manusia itu disebut dengan, hak atas kebebasan beragama. Ada yang terlanggar di situ, utamanya pada pasal 22 ayat 1 Undang Undang no 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,” kata Maneger Nasution dalam Dialog tentang Intoleransi di Tolikara yang digelar di Pisa Kafe Mahakam, Jakarta Selatan, pada Jum’at (11/9).

Komnas HAM saat melakukan penyelidikan ke Tolikara, yang diwakili Maneger Nasution sendiri, menemui pihak GIDI yang mengeluarkan surat edaran, yaitu Sekretaris GIDI Wilayah Tolikara, Pendeta Martin Jingga.

“Saya tanya; ‘pak pendeta, betul ada surat itu? Betul, saya yang buat dan saya yang tanda tangan’,” kata Maneger menirukan Pendeta Martin Jingga yang mengakui surat tersebut.

Isi surat tersebut diantaranya adalah; GIDI tidak mengizinkan membuka lebaran pada 17 Juli 2015. Boleh merayakan hari raya di luar Kabupaten Tolikara dan muslimah dilarang mengenakan jilbab.

“Apa isinya, tiga hal tadi itu; pertama, tidak boleh melakukan pembukaan Idul Fitri, yang mereka maksud itu seperti yang dijelaskan oleh Ustadz Ali, tidak boleh takbiran, tidak boleh shalat, begitu. Kedua, tidak boleh pakai yilbab (jilbab) dan seterusnya,” ujarnya.

Alasan pihak GIDI mengeluarkan surat tersebut, ternyata lantaran faktor sejarah, dimana Tolikara diklaim sebagai tanah suci bagi mereka.

“Lalu saya tanya; ‘Pak Pendeta, kenapa surat itu dikeluarkan? Kata beliau, ini faktor sejarah, ini tanah injili, ini tanah bersejarah injil pertama masuk di sini, jadi ini tanah suci. Jadi ini sejarah yang harus kami pertahankan’,” ujarnya.

Tak hanya itu, dalam surat edaran tersebut, GIDI melarang agama lain dan gereja denominasi lain untuk mendirikan rumah ibadah.

“GIDI ini kan denominasi dari teman-teman Protestan, bagaiman kalau dua ratus delapan puluh sekian denominasi itu masuk ke sini? Ya, ngga boleh mesti masuk GIDI. Bagaimana kalau teman-teman Katolik? ya mesti masuk GIDI. Bagaimana kalau teman-teman Muslim? Apalagi. Jadi ini pemahaman teman-teman GIDI,” tandasnya seperti ditulis panjimas.(rd)