Eramuslim.com – Seorang pegawai Dirjen Pajak Kantor Wilayah (Kanwil) Sumatera Utara II Bursok Anthony Marlon menguliti habis Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Dalam surat pengaduannya yang ditujukan kepada Sri Mulyani melalui Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Keuangan dan diterima redaksi Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (14/3), Busrok mengurai sejumlah kejanggalan dalam kepemimpinan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan.
Surat ini dibuat pada 13 Maret 2023 sebagai respons usai Sri Mulyani menggelar konfrensi pers bersama Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD terkait isu skandal transaksi gelap Rp 300 triliun di lingkungan Dirjen Pajak Kemenkeu.
Busrok menyayangkan saat konpres bersama Mahfud MD, pengaduannya beberapa waktu lalu dianggap sebagai masalah pribadi. Padahal, Busrok menegaskan jika pengaduannya itu berpotensi menambah keuangan negara dimana ada bagian dari pendapatan negara yang jumlahnya tidaklah sedikit.
“Hingga saya kemudian jadi mempertanyakan jiwa nasionalisme ibu (Sri Mulyani) kepada negara Republik Indonesia ini yang mana seolah-olah bila itu urusan pribadi, meskipun ada dugaan kerugian negara yang ditimbulkan, tidak perlu ditindaklanjuti,” kata Busrok dalam suratnya tersebut.
Disisi lain, Busrok juga heran mengapa Sri Mulyani tidak mengkoreksi pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD soal Rafael Alun Trisambodo bahwa Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) bukanlah korupsi.
“Oknum terduga pelanggar TPPU bisa dijerat dengan dugaan pelanggaran tindak pidana korupsi bila dilihat dari sisi peraturan perundang-undangan perpajakan,” beber Busrok.
Pegawai pajak yang bertugas sebagai Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan Rumah Tangga Kanwil DJP Sumatera Utara II ini kemudian menguraikan soal TPPU dalam kasus Rafael Alun Trisambodo, mantan pegawai Ditjen Pajak Eselon III yang memiliki uang sebesar Rp 37 miliar disimpan di Safe Deposit Box (SDB). Uang Rp 37 miliar Rafael Alun ini, kata Busrok, sesuai dengan Pasal 17 UU Perpajakan terdapat PPh yang terutang sebesar Rp 12 miliar lebih.
“Itulah pajak yang seharusnya disetorkan ke kas negara. Bila jumlah sebesar Rp 12 miliar lebih tersebut tidak dibayarkan, di sanalah terjadinya kerugian negara dimana tidak membayar pajak sama dengan korupsi,” kata Busrok.
Lebih dalam, Busrok menjelaskan kalau Sri Mulyani menjerat Rafael dengan tindak pidana perpajakan maka berdasarkan Pasal 39 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) Rafael Alun bisa dikenakan sanksi maksimal 6 tahun penjara dan denda maksimal empat kali jumlah pajak yang tidak dibayar tersebut. Dengan begitu, pendapatan negara dari Rafael Alun sebagai wajib pajak sebesar Rp 63 miliar lebih.
“Kenapa pendekatan dari sisi perpajakan ini tidak Ibu ungkapkan selaku orang nomor 1 di Kementerian Keuangan kepada Bapak Menko Polhukam, Mahfud MD?” ujar Busrok heran.
Ia menduga, Sri Mulyani tidak menggunakan pendekatan dari UU perpajakan guna melindungi para pegawai Dirjen Pajak sehingga tidak aneh lagi para pegawai pajak memiliki harta jumbo seperti Rafael Alun Trisambodo.
“Terduga pelanggar TPPU diduga bisa saja diskenariokan untuk tidak perlu membayar ke negara. Cukup bayar ke kantong oknum DJP setengahnya dan semua menjadi aman terkendali. Itu sebabnya kenapa Ibu tidak mau menjawab pertanyaan saya terkait para pejabat yang tertangkap tangan (OTT) oleh KPK atau aparat penegak hukum lain, tidak serta merta dijadikan tersangka pelaku pelanggaran tindak pidana perpajakan,” demikian Busrok.
Terkait dengan kejanggalan dan modus Sri Mulyani melindungi para oknum pegawai pajak ini, Busrok telah melaporkannya juga kepada Ombudsman RI. Busrok menuliskan surat yang ditujukan kepada Ketua Ombudsman Mokhamad Najih berupa permintaan rekomendasi pemecatan Sri Mulyani karena dianggap telah melakukan pelanggaran SOP atas penanganan pengaduan dirinya.
Sumber: rmol