Geger Kajian ‘Ustad Radikal’ di Pelni, Gus Yasin: Heran! Mengapa NU Merasa Paling Benar, Yang Lain Dinilai Radikal

“Selama ini NU tidak pernah meminta pemerintah menutup pengajian. Baru saat ini NU menjadi pemarah, seakan menjadi penguasa segala-galanya. Lalu, minta yang lain dihabisi, tidak boleh hidup. Bukankah ini soal keilmuan. Dan NU, itu gudangnya orang alim. Hanya NU yang bisa menggelar Munas Alim-Ulama. Jadi, kalau soal Wahabi itu, kecil,” jelas Gus Yasin, alumni PP Tebuireng ini.

Tetapi, lanjutnya, menjadi ironis karena yang kecil itu dibesarkan, jadi menakutkan. Apalagi disebut mengancam NKRI, mengganti Pancasila dengan Khilafah. “Hanya orang bodoh yang percaya itu. Saya mau tanya: Apa ada orang pro khilafah duduk di Parlemen, Senayan? Apa ada partai politik yang memperjuangkan khilafah sebagai ganti Pancasila? Tidak ada. Yang ada justru ancaman mengganti Pancasila dengan Tri Sila, Eka Sila. Ini sudah di depan mata. Ironisnya, banyak nahdliyin tidak sadar,” tegasnya.

Ditanya bagaimana caranya menghadapi kelompok radikal? Gus Yasin menegaskan, bahwa, keilmuan itu harus dilawan dengan keilmuan. Kajian harus dilawan dengan kajian. Dan, sekali lagi, NU itu gudang ulama. “Kalau kajian mereka keliru, NU harus segera membuat kajian yang sama. Luruskan! Ingat. Kita gudangnya orang alim. Ada Gus Baha, Gus Qoyyum, Gus Najih, Kiai Idrus Romli, KH Luthfi Bashori. Ada juga Kiai Cholil Nafis, Kiai Abdurahman Nafis, Kiai Ma’ruf Khozin. Beliau-beliau ini tak kalah hebat dengan mereka,” tambahnya.

Masih menurut Gus Yasin, PPKN juga bisa membuat kajian-kajian terbuka untuk melawan pemahaman yang salah. Jika perlu, mereka yang disebut radikal itu, diajak duduk bersama. Ustad-ustad radikal itu, disuruh bawa seluruh kitabnya, warga NU cukup mengundang santri-santri Ma’had Aly.

“Atau pakai model Habib Rizieq Shihab (HRS). Beliau ini kalau tidak cocok dengan kelompok Wahabi, siapkan dalil. Lihat video ‘Habib Rizieq Menjelaskan Siapakah Wahabi Salafi dan Ustadz2nya di Indonesia?’ dan bahaya pemikirannya. Tidak ada Wahabi yang berani membantah. Dia sebut dari Firanda Andirja, Kholid Basalamah sampai Riyadh Bajrey. Inilah cara NU, ahlussunnah wal jamaah. Bukan dengan membubarkan pengajian mereka. Itu memalukan,” urainya.