Kerentanan tersebut paling utama disebabkan arus modal. Kondisi ini tidak dapat disepelekan. Meskipun banyak analisa lain menyebutkan, lebih rendahnya inflow dalam dua tahun terakhir menurunkan risiko terhadap pasar keuangan di setiap negara tersebut.
Ada dua alasan, pertama derasnya arus modal yang masuk itu sudah terjadi sejak 2014. Kedua, modal yang masuk sudah berkembang seiring kenaikan harga aset dan perubahan nilai tukar.
Selanjutnya utang. Brasil dan India menjadi daftar teratas dengan risiko utang tertinggi, di mana masing-masing rasionya sebesar 98,4% dan 86,6%. Sementara Indonesia dan Chili ada di daftar terbawah dengan masing-masing 41,4% dan 33,6%.
Peningkatan utang terjadi karena pelebaran defisit fiskal dalam pemenuhan kebutuhan belanja di tengah pandemi.
Menurut Nomura, ketidakhati-hatian pemerintah dalam mengelola mampu mendorong permasalahan ke defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD).
“Kami tidak setuju dengan mereka yang percaya emerging market berada dalam posisi yang lebih tangguh dibanding taper tantrum 2013,” jelasnya. [Cnbc]