Menkes yang baru sudah resmi dilantik oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Masa kerjanya memang tak lama, hanya 2,5 tahun. Namun bukan berarti masa bakti yang singkat itu menghalangi Menkes untuk membuat suatu perubahan yang signifikan demi tercapainya kondisi kesehatan masyarakat yang lebih baik.
Dalam jumpa pers yang digelar di Ruang Leimena kantor Kementerian Kesehatan, Kamis (14/6/2012) kemarin, Menkes memang masih belum dapat mengemukakan program-program kerja seperti apa yang akan dilaksanakan secara konkrit.
“Saya sudah menandatangani kontrak kinerja dengan presiden. Yang bagus adalah, di dalam kontrak kinerja ada targetnya, misalnya memastikan pencapaian target kemenkes 2014. Jadi, saya bersama teman di kemenkes tinggal memonitor program-program yang ada agar selesai sesuai target yang ditetapkan bersama. Saya tidak bikin target baru dalam kontrak kinerja yang juga sudah ditandatangani Bu Endang (Alm.) ini,” kata Menkes.
Rencananya, Menkes bersama jajaran mulai besok pagi akan membahas secara intensif tantangan apa yang akan dihadapi oleh Kementerian Kesehatan untuk beberapa tahun mendatang. Namun secara eksternal, Menkes mengaku tantangannya adalah wilayah Indonesia yang sangat luas dan memiliki masalah kesehatan yang berbeda-beda.
“Untuk pastinya, silakan tanya saya lagi satu bulan dari sekarang,” demikian kata Menkes.
Disindir mengenai permasalahan HIV/AIDS yang telah menjadi isu yang akrab ditangani selama beberapa tahun terakhir, Menkes yang sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Eksekutif Komite Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional ini berharap dapat melakukan gebrakan. Yaitu mengusulkan agar remaja dipermudah aksesnya untuk mendapat kondom.
“Kita berharap bisa meningkatkan kesadaran mengenai kesehatan reproduksi untuk remaja. Dalam Undang-Undang, yang belum menikah tidak boleh diberi kontrasepsi. Namun kami menganlisis data dan itu ternyata berbahaya jika tidak melihat kenyataan. Sebanyak 2,3 juta remaja melakukan aborsi setiap tahunnya menurut data dari BKKBN,” kata Menkes.
Menkes melihat, angka sebanyak itu menunjukkan bahwa banyak remaja mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Ia menegaskan, Undang-Undang perlindungan anak menyatakan bahwa setiap anak yang dikandung sampai dilahirkan harus diberikan haknya sesuai UU Perlindungan Anak. Maka, mempermudah akses remaja untuk mendapatkan kondom diharapkan dapat menekan angka aborsi dan kehamilan yang tak diinginkan.
Tentu saja hal ini mungkin akan mendapat pertentangan dari kelompok-kelompok tertentu yang menganggap pemberian kondom kepada remaja dapat memicu seks bebas. Tapi Menkes berpendapat, jika pemahaman remaja mengenai kesehatan reproduksi sudah cukup baik, tidak perlu ada kekhawatiran idenya ini akan memicu seks bebas.
“Kita akan membahas bagaimana hak-hak anak dalam kandungan ini dapat terpenuhi. Kampanye kondom difokuskan untuk seks yang berisiko. Untuk mempercepat pencapaian goal MDGs, maka kampanye kondom merupakan suatu kewajiban. Setiap hubungan seks yang berisiko menularkan penyakit atau kehamilan yang tak diinginkan adalah hubungan seks yang berisiko,” tegas Menkes.(fq/detik)