Permasalahan lumpur Lapindo yang tidak kunjung selesai berdampak luar biasa bagi para korbannya. Saat ini, terhitung sudah 50 orang masuk rumah sakit jiwa dan 30 persen warga Sidoarjo yang dekat dengan lokasi semburan lumpur mengalami depresi (stres).
"Data itu diperoleh dari relawan pendamping psikolog yang sudah dilaporkan kepada Panitia Khusus (pansus) DPRD Jawa Timur, "ujar Pengamat Hukum Lingkungan Suparto Wijoyo di sela-sela Diskusi Publik, di Gedung DPDRI, Jakarta, Jum’at (23/3).
Menurutnya, pemerintah juga harus memperhitungkan biaya yang diperlukan untuk melakukan rehabilitasi masyarakat yang terkena dampak secara psikis.
Lebih lanjut Suparto mengatakan, kasus lumpur Lapindo yang terjadi berbulan-bulan itu juga membuat warga Porong Sidoarjo merasa tidak memiliki pemerintah, bahkan mereka merasa bukan warga negara Indonesia.
"Saat ini warga korban semburan lumpur itu merasa tidak mempunyai pemerintah lagi, sekarang seharusnya ada tim solidaritas Indonesia untuk Porong, karena pemerintah dirasa ada dan tidak ada, ” jelas Guru Besar Universitas Airlangga itu.
Ia menegaskan, apabila pemerintah merasa masih memiliki rakyat Porong, seharusnya dapat memberikan saham Lapindo sebagai ganti rugi jangka panjang.
Selain itu, Suparto juga memberikan usulan agar korban disertifikasi, diberikan sertifikasi sebagai tanda pengenal korban Lapindo. Hal tersebut belajar dari kasus Minamata di Jepang, sehingga korban dengan sertifikasi itu bisa mengklaim untuk menerima bantuannya. (novel)