Gagasan Modernisasi Islam Cak Nur dan Harun Nasution Dinilai Keliru

Setelah lama tidak mendapat kritikan, gagasan pembaruan Islam yang dicetuskan dua tokoh sekulerisme Nurcholish Madjid dan Harun Nasution kali ini mendapatkan kritik tajam. Kritik tajam itu disampaikan oleh Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, MPhil. dalam acara tasyakkur dan pidato ilmiah atas gelar doktornya dalam bidang pemikiran Islam di International Institute of Islamic Thought and Civilization- International Islamic University Malaysia (ISTAC-IIUM), pada akhir pekan kemarin.

Menurut Hamid, banyak persoalan yang perlu diklarifikasi seputar gagasan Cak Nur, sapaan akrab Nurcholish Madjid. Jika yang ia maksud modernisasi adalah tajdid, tentu membawa banyak persoalan. Jika yang ia maksud adalah sekedar peningkatan taraf hidup Muslim maka ia tidak serta merta berarti taqarrub kepada Allah. Demikian pula dalam memahami makna rasionalisasi. Ia pisahkan rasionalisasi dari rasionalisme, yang berarti penggunaan akal.

“Jika demikian maka dalam pendapat ini tidak ada yang baru. Al-Qur’an telah memerintahkan penggunaan akal dalam berbagai ayatnya. Yang diperlukan sekarang bukan hanya sekedar menggunakan akal, tapi bagaimana konstruk epistemologi Islam yang harus dibangun. Sebab konsep akal dalam Islam tidak sama dengan rasio dalam pengertian Barat, dan menggunakan akal atau berfikir (yatafakkar) dalam al-Qur’an harus dibarengi dengan berzikir menggunakan qalb (yadhkuru).

Ia mengungkapkan, pengaruh paham modernisme dalam pemikiran Nurcholish lebih jelas lagi ketika ia mengambil unsur utama modernisasi, yaitu sekularisasi untuk memahami agama. Sekularisasi menurutnya adalah "menduniawikan masalah-masalah yang mestinya bersifat duniawi, dan melepaskan ummat Islam untuk mengukhrawikannya" kemudian diperkuat dengan idenya tentang "liberalisasi pandangan terhadap ajaran-ajaran Islam" dengan memandang negatif tradisi dan kaum tradisionalis.

‘’Gagasan ini mengadopsi pemikiran Harvey Cox dan Robert N. Bellah, pencetus gagasan sekularisasi dalam Kristen, dan tidak ada modifikasi yang berarti. Ia hanya mencarikan justifikasinya dalam ajaran Islam,’’ kata Hamid, yang juga, Purek III Institute Studi Islam Darusalam (ISID) Gontor.

Dengan gagasan sekularisasinya, menurut Hamid, Nurcholish terjebak pada pemisahan nilai-nilai spiritual yang sebenarnya memuliakan dan meninggikan kehidupan dunia itu. Di sini sekularisasi masih berarti pengosongan nilai-nilai ruhani dari alam materi (disenchantment of nature). Al-Quran menegaskan bahwa alam semesta adalah ayat (kata, kalimat, tanda symbol) yang merupakan manifestasi lahir ataupun batin dari Tuhan. Alam memiliki makna keteraturan dan harus dihormati dikarenakan ia memiliki hubungan simbolis dengan Tuhan.

Sejalan dengan gagasan rasionalisasi dan sekularisasi Nurcholish Madjid dan Harun Nasution mencanangkan gagasan rasionalisasi. Gagasan ini dikembangkan dalam studi Islam di seluruh IAIN. Berbeda dari Nurcholish, Harun mencanangkan gagasannya itu setelah ia menyelesaikan doktornya di Institute of Islamic Studies McGill, Kanada dengan thesis berjudul Posisi Akal dalam Pemikiran Teologi Muhammad Abduh.

Hanya sayangnya ia mengangkat kembali doktrin teologis Mu’tazilah dan mengecilkan doktrin teologi Ash’ariyyah.“Tapi pemikirannya baru pada tingkat gagasan dan tidak berupa konsep-konsep baru. Asumsinya bahwa Mu’tazilah adalah teologi yang berhasil membawa Islam ketingkat peradaban yang tinggi tidak terbukti dalam sejarah,” kata Hamid, putra kesembilan pendiri Pondok Pesantren Gontor.

Ia menegaskan, dua tokoh sekularisme itu menempuh cara itu karena mereka tidak melakukan penelitian dengan cermat antara tradisi Islam dan barat, ada yang secara gegabah misalnya menyatakan, bahwa Barat maju karena mengambil pemikiran Ibnu Rusyd dan umat Islam mundur karena mengambil pemikiran al-Ghazali. Padahal, kata Hamid, David Hume dan Malebanche justru mengambil pemikiran al-Ghazali yang menyatakan, bahwa hukum kausalitas tidak pasti, tetapi membuang unsur ketuhanannya. Masalah ini dibahas panjang lebar dalam disertasi Hamid yang berjudul Al-Ghazali’s Concept of Causality. (dina)