Forum Umat Islam meminta Dewan Pers Indonesia tidak menggunakan standar pornografi yang digunakan negara Amerika Serikat, sebab bangsa Indonesia mempunyai nilai-nilai yang berbeda dengan negara Barat.
Hal tersebut diungkapkan oleh Sekjen Forum Umat Islam M. Al-Khaththath saat beraudiensi dengan pengurus Dewan Pers, di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Jum’at (11/5).
"Di Indonesia tidak ada yang namanya pornogarfi yang softcord dan hardcord, tetap saja semua termasuk porno, tidak bisa kita menggunakan kategori yang digunakan AS, " tegasnya.
Ia menyatakan khawatir terhadap eksistensi Dewan Pers yang ada di Indonesia, karena itu ia meminta Dewan Pers mempunyai sikap yang tegas melihat banyaknya peredaran majalah porno, termasuk majalah Playboy yang pemimpin redaksinya telah divonis bebas oleh majelis hakim.
Lebih lanjut Khaththath mendesak agar Dewan Pers mencabut ketentuan yang menyatakan bahwa majalah Playboy merupakan produk pers.
"Kami prihatin kalau Dewan Pers tetap memasukan Playboy sebagai produk pers, padahal ini jelas-jelas melanggar UU pers dan kode etik jurnalistik, " jelasnya.
Menanggapi desakan FUI, Anggota Dewan Pers S. Leo Batubara menyatakan bahwa majalah Playboy Indonesia dapat dikategorikan sebagai produk pers yang melanggar UU Pers No. 40/1999 dan kode etik jurnalistik, jika dilihat dari isi dari penerbitanya, selain itu distribusinya telah melanggar segmentasi yang ditentukan sebelumnya, dan dapat membahayakan anak serta remaja.
"Kalau dihubungkan dengan UU Sisdiknas ini tidak mendidik, pers nasional harus dapat menghormati norma-norma agama, "ujarnya.
Menurutnya, Dewan Pers punya hak untuk menolak Playboy dan memperjuangkan kebenaran, tapi Dewan Pers tidak bisa menghentikannya, sebab dari sisi prosedural Playboy telah memenuhi kentetuan produk pers, yaitu berbadan hukum, benda percetakan, meski dari isinya mempunyai kandungan porno.
Untuk mencari jalan keluar atas penyelesaian masalah tersebut, anggota Dewan Pers Bidang Pelayanan Masyarakat Abdullah Alamudin menegaskan, untuk membatasi peredaran produk porno yang dapat membahayakan generasi muda, pemerintah perlu mengadakan perubahan dalam UU Perlindungan Anak dan UU Distribusi, sehingga dapat memberikan sanksi yang tegas terhadap pendistribusian majalah porno yang tidak sesuai dengan segmen.(novel)