Forum Umat Islam, organisasi gabungan dari ormas Islam antara lain FPI, LPI, MMI dan HTI melaporkan Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Selatan kasus majalah Playboy ke Komisi Yudisial.
"Kami menganjurkan agar Komisi Yudisial memeriksa hakim yang menyidangkan kasus itu, kalau menyalahi wewenang bisa dipecat, "ujar Pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab dalam audiensi dengan Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas, di Kantor Komisi Yudisial, Jakarta, Kamis (12/4).
Menurutnya, alasan hakim menolak dakwaan jaksa penuntut umum karena tidak mencantumkan ketentuan UU Pers No. 40/1999, bukan hal yang tepat. Sebab UU pers hanya mengatur pidana koorporasi dengan hukuman berupa denda administrasi bukan pidana individu, sedangkan dalam kasus Majalah Playboy tersebut menyangkut pidana perorangan.
"Sangat disayangkan UU Pers menjadi ketentuan akhir, dan membatalkan pasal 282 KUHP yang menjadi dakwaan JPU, " imbuhnya.
Menanggapi laporan tersebut Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas menegaskan, untuk menentukan sebuah putusan hukum dalam pengadilan tidak bisa dilepaskan dari aspek moral, hakim harus dapat menggunakan pilihan perundang-undangan yang sesuai dengan fakta kasus tersebut.
"Putusan hakim harus mencerminkan kepada upaya-upaya penyelamatan sendi-sendi moral bangsa, bukan justru memperkuat gerakan yang mengarah pada demoralisasi bangsa, di samping itu putusan juga tidak boleh menjadi alat kekuatan asing mana pun juga, " jelasnya.
Meski mendukung upaya kontrol yang dilakukan kelompok umat Islam terhadap hasil putusan pengadilan, Busyro bersama dengan anggota Komisi Yudisial masih akan menelaah salinan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dalam rangka menjalankan perannya dalam mengawasi lembaga peradilan.
Ia menambahkan, tidak tertutup kemungkinan Komisi Yudisial akan memanggil dan meminta keterangan Majelis Hakim yang diketuai oleh Efran Basuning.
Saat menyampaikan laporannya ke Komisi Yudisial, nampak hadir juga Ketua FUI Mashadi, Sekjen FUI M. Al-Khaththath, Anggota LPI Eka Jaya, serta beberapa aktivis HTI dan FPI yang berjumlah sekitar 20 orang.
Suasana Gedung Wisma ITC di Jln. Abdul Muis, Jakarta Pusat, sedikit berubah, dengan kehadiran sekitar puluhan aparat kepolisian yang mengawal kedatangan rombongan itu.(novel)