Akhir-akhir ini jumlah film bergenre komedi sensual merebak kembali dikalangan masyarakat, sebut saja seperti XL (Extra large), Tali Pocong Perawan, DO (Droup Out), dan My Name is Dick. Film bergenre komedi sensual berbau pornografi yang terbaru dan akan segera dirilis pada 15 Mei 2008 adalah film Mau Lagi (ML).
Film yang mengumbar banyak adegan syur dan adegan ciuman yang cukup vulgar dan seronok ini sedang mendapat sorotan yang tajam dari masyarakat karena dianggap bernuansa pornografi. Walaupun sudah ada rating jelas untuk 17 tahun ke atas, namun tetap saja dengan banyaknya adegan yang seronok maka dikhawatirkan akan memberikan dampak buruk bagi perkembangan remaja.
Maraknya film-film berbau pornografi akhir-akhir ini ternyata tidak mendapat tanggapan tegas dari pemerintah. Kondisi yang demikian membuat para sutradara dan produsen film bebas berekspresi membuat film-film semau kehendaknya dan melupakan norma-norma dan peraturan yang ada.
Jarang sekali kita temui ada sutradara yang membuat film yang mendidik dan bermanfaat bagi semua kalangan masyarakat. Yang sering kita jumpai adalah sebaliknya, film-film berbau mistik yang sangat tidak rasional, film remaja yang mengisahkan tentang cinta ”monyet” yang kerap kali dibumbui perselisihan dan pertengkaran, dan satu lagi film yang tidak mendidik yaitu film-film bernafaskan pornografi dan pornoaksi. Hampir semua film-film produksi bangsa kita bisa dikatakan junk film (film sampah) atau seperti ”tong kosong nyaring bunyinya” karena tidak ada hikmah/pelajaran yang bisa diambil dari film itu.
Masih adakah film buatan negeri yang edukatif dan bermanfaat? Jawabannya adalah mungkin ada, tetapi amat sangat sedikit sekali. Menurut pandangan kami, rendahnya moral para pembuat maupun penikmat film-film berbau pornografi berhubungan dengan pendidikan yang mereka peroleh.
Setidaknya ada 3 (tiga) faktor yang menyebabkan degradasi moral para pemuda, yaitu kurangnya pendidikan moral dan agama di sekolah-sekolah dan kampus-kampus, kurangnya perhatian orang tua dalam mendidik anak-anaknya khususnya dalam bidang agama dan akhlak (budi pekerti), dan lingkungan serta pergaulan sehari-hari yang tidak baik dan kondusif. Ini merupakan masalah yang sangat serius dan harus ada tindakan tegas dari pemerintah dan pohak-pihak yang bersangkutan. Pendidikan yang bermoral dan bekualitas adalah kekuatan besar kita untuk menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang unggul dan bermartabat.
Oleh karena itu, kami Forum Silaturrahim Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK) mengajukan 7 (tujuh) sikap kami sebagai berikut:
1. Menolak dengan tegas atas diterbitkannya film ML
2. Mendesak kepada MUI, LSF, KPI beserta lembaga-lembaga yang terkait untuk melarang peredaran film yang berbau pornografi dan melakukan penyensoran secara ketat terhadap sebuah film yang akan beredar
3. Mendesak kepada pemerintah untuk segera mengesahkan Undang-Undang Pornografi dan Pornoaksi dan membuat Perda Syari’at
4. Menghimbau kepada pemerintah untuk memperbaiki sistem pendidikan dengan menambah porsi pelajaran agama atau menggalakkan program mentoring pendidikan agama di sekolah-sekolah atau di kampus-kampus.
5. Menghimbau kepada para sineas film untuk membuat film-film yang mendidik dan berkualitas.
6. Menghimbau kepada seluruh komponen masyarakat untuk tidak menonton film-film yang berbau pornografi karena akan berdampak pada hal-hal yang negatif
7. Menghimbau kepada masyarakat terutama orang tua agar lebih ketat dan memprioritaskan pendidikan agama terutama akhlak dan pergaulan kepada anak-anaknya.
Demikian pernyataan sikap kami. Semoga Negeri ini selalu menjadi Negeri yang unggul dan bermartabat. Amin…
Dhani Setiawan (Ketua Puskomnas Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus)