Eramuslim.com – Gabungan berbagai kelompok dan organisasi masyarakat sipil yang bergabung dalam Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) menolak tegas omnibus law RUU Cipta Kerja. Sedikitnya ada tiga alasan. Apa saja?
Tergabung dalam Fraksi Rakyat Indonesia sejumlah aktivis dari WALHI, BEM UI, LBH Pers, Perempuan Mahardika, SINDIKASI (Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif Untuk Demokrasi) dan Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN).
“Saya pikir draf RUU ini tidak layak dibaca orang yang dalam keadaan waras, ini pasti gila. Kalau kita pelajarin isinya satu-satu itu di luar logika apa yang dinginkan konseptornya,” kata Kepala Departemen Advokasi Eksekutif Nasional WALHI, Zenzi Suhadi, di kantor WALHI Nasional Jalan Tegal Parang Utara No. 14, Jakarta Selatan, Kamis (20/2/2020).
FRI membeberkan alasan mengapa menolak omnibus law RUU Cipta Kerja. Pertama, RUU itu menghilangkan ketentuan penting dalam UU yang diubahnya. Beberapa indikasinya dapat dilihat di bidang perburuhan dan lingkungan. Di bidang lingkungan, RUU itu akan menghapuskan izin lingkungan, menggabungkan dengan izin usaha.
Kedua, RUU Cipta Kerja juga memberi kewenangan bagi Presiden untuk membatalkan Peraturan Daerah. Padahal, perjuangan masyarakat untuk pengakuan masyarakat adat yang berbuah Putusan MK 35/2012 baru dirasakan hasil nyatanya setelah putusan ini membuahkan perda-perda pengakuan masyarakat adat.
“Jika RUU Cilaka disahkan, perda-perda pengakuan masyarakat adat yang telah diperjuangkan akan berada di bawah ancaman, utamanya jika dinilai menghambat investasi,” ujar Zenzi.
Ketiga, masyarakat telah menahan beberapa legislasi ngawur. Puncaknya gerakan #ReformasiDikorupsi yang menunda pasal-pasal bermasalah dalam RUU Pertanahan, RUU Minerba, RKUHP dan RUU Ketenagakerjaan.
“Begitu banyak pasal-pasal bermasalah ini muncul kembali di RUU itu. Contohnya, ketentuan perpanjangan umur konsesi tambang menjadi ‘seumur tambang’, perpanjangan jangka waktu HGU dam HGB, kemudahan PHK, dan lain-lain,” pungkasnya.(dtk)