FPPP Tolak Ratifikasi Perjanjian Pertahanan RI-Singapura

Fraksi Partai Persatuan Pembangunan menolak meratifikasi Perjanjian Pertahanan (Defence Cooperation Agreemant/DCA) antara RI-Singapura, sebab posisi hukum Indonesia dalam perjanjian itu sangat lemah.

"DCA antara Indonesia-Singapura nyata-nyata telah menginjak kedaulatan RI, karena dapat memberikan berikan akses kepada Singapura untuk membangun pangkalan militer di Indonesia, selain itu memudahkan akses Singapura utuk melakukan manuver militer dengan menggunakan peluru kendali di wilayah Indonesia, "ujar Ketua FPPP Lukman Hakim Saifuddin saat bertemu dengan wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno, di Lantai III, Gedung DPR, Jakarta, Senin(11/6).

Sementara itu, Sekretaris FPPP Suharsono Monoarfa menegaskan, perjanjian pertahanan RI-Singapura ini juga memberikan kesempatan kepada Angkatan Bersenjata Singapura untuk melakukan latihan sendiri atau dengan bersenjata dari negara lain, di wilayah Indonesia.

"Perlu diingat, singapura mempunyai kerjasama militer yang erat salah satunya dengan Israel, dan dalam isi perjanjian lain juga membatasi keikutsertaan Indonesia dalam latihan militer yang dilakukan singapura dengan negara lain, "jelasnya.

Ia menambahkan, selain dari sisi kedaulatan negara, perjanjian itu juga membuka potensi kerusakan lingkungan hidup, karena memperbolehkan penggunaan peluru kendali, dan Indonesia tidak mengajukan tuntutan jika terjadi kerusakan atau menimbulkna korban jiwa.

Karena itu FPPP berharap, pimpinan DPR dapat meminta pemerintah untuk membatalkan perjanjian yang mengarah pada penyerahan kedaulatan negara tersebut.

Menanggapi permohonan FPPP, Wakil Ketua DPR Bidang Politik, Ekonomi dan Hukum Soertarjo Soerjogoeritno mengingatkan, agar FPPP dapat konsisten mempertahankan argumennya yang telah disampaikannya, dan berharap dapat dikuti fraksi lainnya di DPR.

Ia jugaakan meminta Komisi I DPR untuk memanggil Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda, untuk membahas perjanjian pertahanan antara RI-Singapura.

"Saya akan bilang sama Theo (Ketua Komisi I) agar diadakan rapat luar biasa memanggil Menlu, memang untuk hal seperti ini kita tidak ada kompromi, "tukasnya. (novel)