Pemerintah RI diminta untuk tidak meminta-minta kepada Singapura tentang Perjanjian Kerjasama Pertahanan (Denfense Cooperation Agreement/DCA), karena kesannya Indonesia sangat memerlukan kesepakatan tersebut.
"Sudahlah batalkan saja DCA yang mengusik kedaulatan NKRI, " ujar ketua Fraksi PPP, Lukman Hakmin Saefudin, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (18/7).
Oleh karena itu, pemerintah tidak perlu malu membatalkan DCA dengan Singapura kalau perjanjian itu merugikan kepentingan Indonesia. "Jangan terkesan kita mengemis-ngemis, " sambung dia.
Ditegaskannya, bila Singapura bersikeras tidak menghendaki perjanjian ekstradisi dengan Indonesia, maka dunia internasional akan menilai komitmen negara jiran itu dalam memberantas korupsi.
Hal serupa disampaikan Wakil Ketua Komisi I DPR Yusron Ihza. Ia menilai DCA dapat memberi peluang pada Singapura untuk melakukan latihan militer di wilayah Indonesia, namun hal itu tidak sepadan dengan manfaat Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura.
"Bangsa Indonesia terlalu mahal membayar bila perjanjian ekstradisi harus ditukar dengan DCA, " katanya.
Sementara Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengatakan permintaan latihan perang selama 15 hari setiap bulan di wilayah Bravo, Laut China Selatan, tidak dapat diterima pemerintah Indonesia.
Zona Bravo, satu dari tiga wilayah rencana latihan perang di teritori Indonesia, menjadi perdebatan menuju tahap pelaksanaan DCA yang satu paket dengan Perjanjian Ekstradisi.
Menurut Juwono, Indonesia hanya akan mengizinkan frekuensi latihan empat sampai enam kali dalam setahun agar tidak mengganggu kelestarian lingkungan, kehidupan nelayan dan keamanan umum di Zona Bravo. (dina)