FPKS: Indonesia Harus Tolak Ajakan Bergabung dengan Proliferation Security Initiative

Tekanan AS agar Indonesia bergabung dalam Proliferation Security Initiative (PSI) menuai kecaman. Pasalnya, keikutsertaan Indonesia dalam PSI akan membahayakan kedaulatan Indonesia sebagai negara kepulauan dan mencederai komitmen Indonesia sebagai pihak yang bergabung dalam UNCLOS 1982 (United Nations Conventions on The Law of The Sea December 1982), Konvensi PBB tentang Hukum Laut.

Hal tersebut dijelaskan Suripto, anggota DPR RI Komisi I dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Senin (12/6) di Gedung DPR. ”Jika Indonesia bergabung dalam PSI, negara seperti Amerika dapat melakukan interdiksi untuk memeriksa kapal-kapal yang diindikasikan membawa senjata pemusnah massal di wilayah Indonesia,” jelasnya.

Selain itu, lanjut dia, bergabungnya Indonesia ke dalam PSI juga bertentangan dengan prinsip politik bebas aktif yang selama ini dianut oleh Indonesia. ”Pemerintah harus berani menolak ajakan itu. Malaysia saja tegas menolak,” tandasnya.

FPKS juga mengkhawatirkan, bergabungnya Indonesia dalam PSI hanya akan dijadikan justifikasi secara politis bagi aksi militer AS dan sekutunya ke negara-negara yang dalam pandangan AS tidak berhak memiliki senjata pemusnah massal. Partisipasi Indonesia dalam mencegah peredaran senjata pemusnah massal, sebaiknya hanya dilakukan secara multilateral di bawah payung PBB.

”Harus diingat Indonesia adalah negara Muslim terbesar di dunia, sekaligus penggagas Gerakan Non-Blok, dan Konferensi Asia-Afrika. Sangat boleh jadi negara-negara yang dimaksud AS sebagai tidak berhak adalah negara-negara sahabat, yang menjadi anggota Konferensi Asia-Afrika pada umumnya, dan khususnya negara-negara sahabat dengan mayoritas penduduk Muslim. Keikutsertaan Indonesia dalam PSI akan sangat melukai perasaan negara-negara sahabat tersebut, yang belum tentu sejalan, dan bahkan dirugikan dengan adanya PSI. Padahal kita tengah berusaha meningkatkan kerjasama dengan mereka,” ujar dia.

Suripto menjelaskan, iming-iming kerja sama militer secara permanen dengan AS tidak menjadikan pendirian Indonesia goyah dan mau bergabung dalam PSI. Menurut dia, kerja sama militer permanen belum tentu menguntungkan pihak Indonesia. Dia mencontohkan, di dunia ini kerja sama militer permanen secara bilateral hanya dilakukan antara AS dan Arab Saudi dan AS dengan Kuwait, serta AS dan Israel. ”Dan kita tahu bagaimana sikap ketiga negara itu terhadap kebijakan AS, terutama Israel, ” katanya.

Suripto menandaskan, pemerintahan SBY-JK dapat meminta dukungan DPR untuk menolak ajakan AS itu. Sebaliknya jika pemerintah menerima itu, maka pemerintah akan berhadapan dengan DPR. ”Ini masalah kedaulatan negara. DPR harus dilibatkan secara aktif,” imbuh dia.(ilyas)