Baru-baru ini Mabes Polri memerintahkan kepolisian daerah untuk meningkatkan upaya pencegahan tindak pidana terorisme dengan mengawasi ceramah dan dakwah. Jika dalam dakwah tersebut ditemukan adanya ajakan yang bersifat provokasi dan melanggar hukum, maka aparat akan mengambil tindakan tegas.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian Indonesia, Inspektur Jenderal Polisi Nanan Soekarna, mengatakan Polri memandang perlu untuk memantau dan merekam dakwah tersebut agar mengetahui apakah ada upaya provokasi dan pelanggaran hukum.
Nanan menyebutkan, pengawasan akan diperketat terhadap aktifitas tersebut dengan dikoordinasikan di masing masing Kepolisian Daerah (Polda) dan polisi satuan mulai dari tingkat Kepolisian Wilayah (Polwil), Kepolisian Sektor (Polsek), hingga Kepolisian Resort (Polres) dengan sandi “Operasi Cipta Kondisi” sebelum Operasi Ketupat dilaksanakan. Operasi ini dimaksudkan untuk meminimalisir dakwah yang bersifat provokasi pada tindakan terorisme.
Salah satu upaya polisi yang overacting dan kurang kerjaan dengan berdalih memerangi terorisme adalah penahanan 17 anggota Jamaah Tabligh berkewarganegaraan Filipina yang sedang melakukan khuruj (perjalanan dakwah dari masjid ke masjid) beberapa waktu lalu. Dari anggota Jamaah Tabligh tersebut, sembilan orang ditangkap di Purbalingga dan delapan orang di Solo.
Menanggapi sikap overacting dan kurang kerjaan Polri ini, Ketua Umum FPI Habib Muhammad Rizieq Syihab secara tegas menolak dan mengkritik Polri atas sikap berlebihan yang dilakukan Polri dalam upaya memberantasi terorisme.
“Operasi Cipta Kondisi yang akan digelar Mabes Polri untuk awasi dakwah-dakwah di bulan Ramadhan guna meminimalisir “Da’wah Provokatif” adalah bentuk TEROR dan INTIMIDASI yang melecehkan DA’WAH. Dan itu gaya Orde Baru yang langgar HAM dan Konstitusi terkait kebebasan menjalankan ibadah, karena Da’wah adalah bagian ibadah yang dilindungi UUD 1945. Lagi pula, Polri punya tolak ukur apa dan bagaimana untuk membedakan Da’wah “Motivatif” dengan “Provokatif” ? Polri ngerti apa soal Da’wah ? Jika itu dibiarkan, maka Polri semakin sewenang-wenang.” Tegas Ketua Umum FPI Habib Muhammad Rizieq Syihab.
“Selain itu, Polri sudah keterlaluan dengan menangkapi Jama’ah Tabligh. Lalu mendeportasi orang asing dari Jama’ah Tabligh. Apa salah mereka? Jama’ah Tabligh itu kelompok Da’wah yang selalu mengedepankan kelembutan dan kesantunan.. Mestinya Turis asing yang suka pakai kancut dan kutang depan umum yang dideportasi karena merusak moral. Ironisnya, Pangdam IV Diponegoro ikut-ikutan menyerukan agar semua orang asing berjubah, bersorban dan berjenggot agar dilaporkan ke aparat keamanan. Apa sih maunya?!!
Karenanya, saya menyerukan agar Polri segera diletakkan di bawah Depdagri agar terkontrol dan tidak otoriter, sebagaimana TNI di bawah Dephan
Dan saya serukan kepada Umat Islam agar jangan mau didikte Polri atau pun TNI soal Da’wah. Polri dan TNI jangan kurang ajar kepada para Ulama, Ustadz dan Da’i. FPI siap membantu, menjaga dan membela semua Ulama, Ustadz dan Da’i dari arogansi Polri dan TNI.
Semoga Polri dan TNI tetap dijalurnya menjadi pengayom umat, bukan musuh umat.” Tambah Beliau. (redaksi fpi.or.id/adie)