Front Pembela Islam (FPI) menyayangkan LSM yang mendukung putusan Mahkamah Agung (MA) soal pembatalan vonis mati pemilik pabrik narkoba, Hengky Gunawan. FPI juga mengaku sangat kecewa dengan putusan MA sebab menurut ajaran Islam narkoba merupakan kejahatan luar biasa.
“LSM yang mendukung putusan MA itu perlu diragukan, ada apa dibalik semua ini,” ujar Ketua DPW FPI Jakarta, Habib Salim Alathas, saat berdiskusi dengan detikcom, Rabu (10/9/2012).
Pria yang akrab disapa Habib Selon ini menaruh rasa curiga terhadap LSM yang mendukung PK dari Hengky Gunawan pemilik pabrik narkoba dan Hillary K Chimezie, pemilik 5,8 kilogram heroin. Tetapi dirinya enggan membeberkan bentuk rasa kecurigaan itu. “Mereka yang mendukung patut dicurigai. Jangan-jangan ada apa-apa nih,” tutur Habib Selon.
Ia menambahkan, dalam ajaran Islam dikenal dengan hukum qioso atau nyawa dibalas dengan nyawa, kendati pintu taubat masih terbuka. Dia menegaskan, untuk kasus Hengki Gunawan, hukumannya ialah wajib dihukum mati. “Karena narkoba merusak generasi bangsa dan banyak nyawa yang hilang. Jadi itu wajib dihukum mati,” tegasnya.
Seperti diketahui beberapa LSM seperti Kontras dan Perkumpulan Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Keadilan (Imparsial) mendukung putusan MA tersebut. Menurut LSM ini, hukuman mati harus dihapuskan untuk semua bentuk kejahatan apa pun.
“Putusan MA ini bentuk dari pemahaman majelis hakim terhadap konstitusi. Kami mendukung putusan tersebut. Putusan ini sangat menggembirakan, harus disambut baik,” kata Direktur Operasioan Imparsial Bathara Ibnu Reza.
Hal ini terkait putusan PK MA yang membebaskan hukuman mati atas putusan kasasi MA. Pertama dijatuhkan kepada warga Nigeria Hillary K Chimezie, pemilik 5,8 kilogram heroin, bebas dari hukuman mati dan mengubah hukumannya menjadi penjara 12 tahun.
Adapun kasus kedua, MA membebaskan pemilik pabrik ekstasi Hengky Gunawan dari hukuman mati menjadi hukuman 15 tahun penjara pada 16 Agustus 2011 lalu. Hukuman mati terhadap Hengky dijatuhkan MA dalam tingkat kasasi.
“Hukuman mati bertentangan dengan pasal 28 ayat 1 UUD 1945 dan melanggar pasal 4 UU No 39/1999 tentang HAM,” tulis salinan PK yang ditandatangani Brigjen (Purn) Imron Anwari selaku ketua majelis hakim agung.
Dalam dua putusan tersebut, melibatkan hakim agung Achmad Yamamie, Hakim Nyak Pha, Mayjen (Purn) Timur Manurung dan Suwardi.(fq/detik)