Koordinator Forum Masyarakat untuk Peradilan Bersih (FMPB) Ervyn Kaffah menilai, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapuskan kewenangan Komisi Yudisial (KY) merupakan salah satu bentuk arogansi dari hakim konstitusi.
"Ini bentuk pelanggaran terhadap konstitusi pasal 24b, dan juga bentuk tirani konstitusi" katanya saat menemui Panitia Ad Hoc (PAH) I DPD, di Gedung DPDRI, Senayan, Jakarta, Rabu (30/8).
Menurutnya, keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut telah memberi legitimasi terhadap mafia peradilan, karena itu ia mendesak DPR agar mempercepat proses pembahasan revisi UU Komisi Judicial, UU Mahkamah Agung, UU Mahkamah Konstitusi dan UU Kekuasaan Kehakiman, serta Undang-undang lain yang terkait dengan sistem peradilan.
Di tempat yang sama, Ketua Panitia Perancang Undang-Undang DPDRI I Wayan Sudirta mendesak Presiden SBY mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) sebagai antisipasi putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.
"Ini harus bisa memenuhi syarat kegentingan, dan hak presiden hanyalah sebatas bidang-bidang pemerintahan, bukan lembaga," jelasnya.
Selain menemui anggota DPDRI, sekitar 30 anggota Forum Masyarakat untuk Peradilan Bersih yang merupakan gabungan sejumlah LSM dan akademisi dari beberapa daerah ini rencananya juga akan menemui FPPP dan FPKS DPRRI.
Seperti diketahui beberapa waktu lalu, Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk menghapus wewenang Komisi Judicial dalam mengawasi hakim konstitusi, serta memerintahkan DPR dan pemerintah untuk merevisi UU 22/2004 tentang Komisi Yudicial, dengan alasannya UU itu dinilai keliru dalam mengatur kewenangan pengawasan terhadap hakim agung. Dan keputusan Mahkamah Konstitusi ini dianggap oleh banyak pihak akan menghapus harapan terciptanya lembaga peradilan yang bersih dan terhormat. (novel)