FITRA: RUU Tax Amnesty Cuma Untungkan Maling-Maling BLBI

maling blbi
Gak ada yang pribumi…

Eramuslim.com – Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampu­nan Pajak hanya akan menguntungkan segelintir elite.

Alasannya, RUU yang masuk dalam Prolegnas 2016 itu tidak akan menaikkan penerimaan APBN secara signifi­kan. RUU tersebut hanya akan memberi karpet merah bagi para pengemplang pajak yang selama ini menyembunyikan asetnya di luar negeri.

Koordinator advokasi dan investigasi Fitra, Apung Widadi melihat ada skenario besar di balik pembahasan RUU Pengampunan Pajak alias Tax Amnesty, termasuk revisi UU KPK dan akan kedaluarsanya kasus BLBI. Selama ini ban­yak koruptor dan pengemplang pajak yang melarikan uang ke luar negeri dan belum diproses hukum.

“Kalau RUU Pengampunan Pajak ini disahkan, maka akan banyak dana dari luar negeri yang merupakan hasil korupsi, illegal logging, dan dana-dana yang tidak dapat dipertang­gungjawabkan dapat masuk ke Indonesia,” ujarnya.

Dia menerangkan, RUU Pengampunan Pajak lebih bersifat pemutihan terhadap dana-dana ilegal di luar negeri agar dapat masuk ke Indonesia. Bahkan da­lam RAPBN 2016, pemerintah menargetkan penerimaan negara dari pengampunan pajak sebesar Rp 60 triliun.

“Kalau RUU itu gagal dis­ahkan, otomatis target peneri­maan Rp 60 triliun bakal direvisi. Ujung-ujungnya pemerintah harus mencari utang luar negeri,” im­buhnya.

Sekjen Fitra, Yenny Sucipto mengungkapkan, saat ini pengelolaan keuangan negara mengalami masa krisis lantaran fungsi budgeting DPR tidak efektif. Masuknya target penerimaan Rp 60 triliun dari pengampunan pajak dalam RAPBN 2016 harusnya dikriti­si oleh DPR.

“Kenapa DPR mengamini target tersebut, padahal pengam­punan pajak jelas ditujukan bagi para pengemplang pajak, ini pasti ada kepentingan elite politik,” katanya.

Yenny mencatat, selama ini para pengemplang pajak yang lari ke luar negeri tidak kunjung dihukum dan didisiplinkan. RUU Pengampunan Pajak malah akan memberi karpet merah ke­pada para pengemplang pajak. Dengan kata lain, pemerin­tah gagal membangun keadi­lan di antara pembayar pajak. “Pemungutan pajak bersifat me­maksa, bukan pengampunan,” tandasnya.

Ditambahkannya, tanpa diir­ingi perbaikan sistem adminis­trasi perpajakan dan fungsi bud­geting di eksekutif dan legislatif, RUU Pengampunan Pajak hanya akan untungkan segelintir elite. Fitra, lanjut Yenny, menolak RUU tersebut lantaran masih banyak cara untuk menaikkan penerimaan negara.

“Pemerintah harus memper­baiki kerjasama dengan luar negeri, karena selama ini upaya kontrol terhadap aset pengemp­lang pajak di luar negeri tidak berjalan,” katanya.

Dia juga mencurigai RUU Pengemplang Pajak akan menguntungkan para obligor BLBI yang menyembunyikan asetnya di luar negeri. “Kasus BLBI kedaluarsa 2016 ini, ada uang puluhan triliun yang dikuasai para obligor BLBI yang seka­rang mau dibawa kembali ke Indonesia,” tandasnya.

Sementara itu, pemerintah berencana ingin segera menga­jukan perubahan dalam APBNPerubahan 2016. Namun pemer­intah akan mengajukan APBN-P 2016 setelah RUU Pengampunan Pajak disahkan.

“Jadi waktu terbaik pengajuan APBN-P 2016 ini setelah RUU Pengampuan Pajak diundang­kan. Bahkan mestinya pengajuan APBN-P itu setelah ada realisasi 2-3 bulan dari RUU itu,” ujar Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro.

Menkeu menegaskan, potensi dari RUU Pengampunan Pajak akan berdampak besar terh­adap penerimaan pajak. Dia meyakini, dengan diundang-undangkannya RUU ini, maka akan menggenjot penerimaan pajak di tahun ini.(ts/rmol)