Eramuslim.com – Guru kencing berdiri, Murid kencing berlari. Ini yang tengah terjadi di Indonesia. Presidennya ngawur maka anak buahnya ngawur dua kali lipat. Kali ini Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri kembali melontarkan kritik terhadap kinerja pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) terkait penetapan harga bahan bakar minyak (BBM). Kali ini Faisal mempertanyakan formula penetapan harga BBM yang digunakan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) yang berbeda dengan versi PT Pertamina (Persero).
Faisal mencatat belum lama ini Direktur Jenderal (Dirjen) Migas I Gusti Nyoman Wiratmaja menuturkan harga keekonomian BBM jenis premium di angka Rp 8.600 per liter. Namun sebelumnya, Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang justru mengatakan harga keekonomian BBM jenis pertalite dengan tingkat oktan lebih tinggi hanya berbeda Rp 100 dengan premium.
“Apakah harga asli yang diklaim Direktur Pertamina adalah harga keekonomian sebagaimana diklaim Dirjen Migas? Setiap pihak mengklaim harga keekonomian berbeda-beda,” kata Faisal dikutip dari blog pribadinya, Kamis (30/7).
Faisal yang pernah menjalankan tugas sebagai Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang dibentuk Menteri ESDM Sudirman Said menuturkan, selama ini pemerintah menghitung harga keekonomian BBM dari harga pokok ditambah PPN 10 persen dan PBBKB 5 persen (HP RON 88 = 0,9842 * MOPS Mogas 92 Alpha).
Rumus tersebut menurut Faisal sudah tidak relevan lagi digunakan karena memiliki tiga kesalahan.
Pertama, Faisal menyebut koefisien 0,9842 diperoleh dari data dan asumsi masa lalu yang sudah tidak mencerminkan keadaan sebenarnya.
Kedua, MOPS Mogas 92 adalah harga pasar, bukan harga perolehan sebenarnya. Faisal mengungkapkan Pertamina berhasil berhemat sejak pengadaan BBM dan minyak tidak lagi dilakukan melalui PES, anak usaha Petral yang beroperasi di Singapura. Penghematan lebih dari US$ 1 per liter itu menurut Faisal seharusnya diberikan ke masyarakat dengan mengurangi harga jual.
“Jadi yang seharusnya jadi acuan adalah harga transaksi Pertamina, bukan lagi harga MOPS,” katanya.
Ketiga, komponen Alpha selalu berubah setiap pemerintah menentukan harga baru BBM bersubsidi. “Artinya harga keekonomian versi pemerintah tidak didasarkan pada formula yang stabil. Setiap perubahan tidak dilandasi oleh bukti yang kuat,” kata Faisal.(rz)