Respons sang istri, dikatakan Fachrul, dia mendorong suaminya untuk tetap bertahan pada posisi tidak setuju bila FPI dibubarkan. Cukup dilakukan pembinaan.
“Istri saya bilang, kalau papa tetap bertahan tidak membubarkan FPI, tapi hanya membelanya atau membinanya, papah pasti 100 persen direshuffle. Tapi menurut saya, kata istri saya itu pilihan terbaik. Kalau nggak papah malu sama Ummat Islam, malu sama orang Aceh. Orang sebuah organisasi Islam besar, dibina saja cukup, kenapa mesti dibubarkan,” kata Fachrul mengikuti gaya bicara istrinya.
Dibeberkan Fachrul, semua orang dekat dengan Jokowi bisa menjadi Menteri. Namun, jika di tentara, mengabdi 32 hingga 35 tahun belum tentu jadi jenderal bintang empat.
“Jadi kalau menurut saya, papah harus tetap tegas mengatakan, tidak perlu dibubarkan, cukup dibina,” ucapnya sekali lagi meniru gaya bicara istrinya.
Saat rapat, tidak ada satupun yang menyinggung FPI kecuali dengan pembicaraan yang mengarah pada pembubaran.
“Hanya saya satu-satunya yang menyampaikan itu. Hingga waktu itu pun saya sampaikan, ada Menteri yang mengatakan, pak di dalam FPI itu ada unsur-unsur radikal,” imbuhnya.
“Saya bilang, kalau seandainya ada unsur radikal, kalau dia dalam FPI lebih mudah kita ngawasi. Tapi kalau kita bubarkan itu akan lebih susah ngawasinnya. Akhirnya diputuskan, seminggu kemudian saya direshuffle. Tapi kami sudah tahu itu, kita ketawa saja,” tandasnya.
Fachrul mengaku senang karena tidak terlibat dalam pembubaran organisasi Islam yang memiliki massa yang begitu banyak itu.
“Saya senang, FPi dibubarkan pada saat saya tidak menjadi Menteri Agama lagi. Kembali saya garis bawahi, saya tidak pernah ikut pengajian FPi, tapi saya punya idealisme, prinsip seperti itu. Dan kami senang pada saat reshuffle kita ketawa saja,” lanjutnya.
“Kemudian oleh Presiden saya ditawarkan menjadi Duta Besar (Dubes), saya bilang bapak Presiden terima kasih banyak. Tapi saya lebih baik kumpul-kumpul saja dengan cucu di Indonesia,” kuncinya. (sumber: Fajar)