Evaluasi Haji, DPR Nilai Depag Ingkar Janji

Saat ditanya evaluasi penyelenggaraan ibadah haji oleh pemerintah sekarang ini, anggota DPR RI Komisi VIII Djalaluddin Asysyatibi berkomentar singkat, “Pelayanan haji sekarang lebih jelek dari yang dulu. Banyak janji Depag yang tak terealisasi.”

Berdasarkan hasil pengamatannya dari pengawasan ibadah haji di Arab Saudi selama 12 hari (22/12/2006-2/1/2007), Asysyatibi menilai bahwa selain masalah catering yang sangat buruk, masalah transportasi dan pemondokan juga mengecewakan.

“Di Tanah Air pesawat (jamaah) banyak yang delay. Di Embarkasi Batam semuanya mengalami delay dari yang 3 jam sampai 19 jam. Bahkan ada yang salah terbang seperti Kloter 38 dan 39 JKS yang seharusnya masuk ke Gelombang 2 malah masuk ke Gelombang 1. Akibatnya pemondokan mereka di Madinah tidak siap. Setelah 5 hari mereka pondokannya dipindahkan. Saya lihat sangat kacau, ” papar pria asal Cianjur itu, Senin (8/1/2007), di Gedung DPR.

Sementara transportasi di Aziziyyah Makkah, imbuh dia, janji Depag yang akan menggunakan pemandu dan sopir bus orang Indonesia bagi angkutan jamaah haji Indonesia yang pondokannya jauh dari Masjidil Haram ternyata tidak terealisasi. Akibatnya, kata dia, jamaah haji Indonesia harus rela menunggu berjam-jam karena bus mereka digunakan jamaah haji negara Iran dan Turki. “Saya melihat ada bus untuk kita yang ditandai merah putih malah ditutupi bendera Iran, ” kata dia dengan nada kesal.

Terkait masalah pemondokan, politisi PKS itu juga menyesalkan Depag yang kembali tak memenuhi janjinya. “Dalam rapat-rapat, Depag akan menempatkan tidak lebih dari 7 orang setiap kamarnya. Di lapangan saya menemukan ada satu kamar dihuni 14 jamaah. Saya mencatat di Maktab 39 Kloter 12 Rumah nomor 612 MES Sumut rata-rata satu kamar dihuni 9 sampai 16 orang. Ini bagaimana?” heran dia.

Lebih lanjut Asysyatibi menilai komunikasi Depag dengan jamaah masih harus diperbaiki. Ini terlihat ada beberapa jamaah yang cemburu terhadap jamaah yang mendapatkan pengembalian uang pemondokan sebagai konsekuensi dari sistem pemondokan proporsional. “Ke depan saya minta yang punya pemondokan mencantumkan bahwa harga sewanya sekian riyal. Sehingga jamaah tahu, ” usul dia.

Di luar pemondokan dan transportasi, Asysyatibi juga minta agar Depag memfasilitasi bagai jamaah yang ingin melakukan Tarwiyyah (Bermalam di Mina sebelum Wukuf). “Saya perkirakan ada lebih seribu jamaah kita yang melakukan Tarwiyyah. Mereka merasa tak mendapatkan fasilitas apapun.”

Asysyatibi juga melihat bendera merah putih masih minim. Menurut dia, merah putih masih kalah banyak dari bendara Malaysia yang jamaahnya hanya 26.000.(ilyas)