Eramuslim.com — Eks narapidana korupsi, Izedrik Emir Moeis diangkat sebagai komisaris anak perusahaan PT Pupuk Indonesia, yaitu PT Pupuk Iskandar Muda. Pengangkatan mantan koruptor ini menuai kontroversi.
Keputusan tersebut terungkap dalam laman resmi PT Pupuk Iskandar Muda. Di laman tersebut tertulis pihak perusahaan menyatakan pria bernama lengkap Izedrik Emir Moeis itu diangkat jadi komisaris per Februari 2021.
Tokoh Nahdatul Ulama (NU) Umar Sadat Hasibuan atau Gus Umar ikut menyoroti pengangkatan Emir Moes.
Ia juga merasa geli atas pengangkatan Emir jadi Komisaris. Pasalnya kata dia, Emir jelas-jelas sudah ditahan karena kasus korupsi pada 2013 lalu, namun nyatanya justru dapat penghargaan jadi Komisaris.
Gus Umar juga terlihat mencolek Menteri BUMN Erick Thohir yang menjadikan seorang mantan narapidana korupsi sebagai Komisaris.
“11 Juli 2013 ditahan @KPK_RI krn korupsi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Tarahan Lampung krn Terima suap 300.000 dolar. Februari 2021 diangkat jadi Komisaris BUMN. Bukannya dapat efek jera krn korupsi tapi malah diberi penghargaan jadi Komisaris BUMN. Erik Tohir gokil,” katanya dalam laman twitternya, Jumat, (6/8/2021).
Sekadar diketahui, dari laman resmi perusahaan, pengangkatan Emir ini dilakukan sejak hampir 6 bulan yang lalu tepatnya pada 18 Februari 2021.
“Sejak tanggal 18 Februari 2021 ditunjuk oleh Pemegang Saham sebagai Komisaris PT Pupuk Iskandar Muda,” tertulis di laman resmi perusahaan.
Emir Moeis merupakan napi koruptor yang menerima suap terkait proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Tarahan, Lampung saat menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VIII DPR.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan hukuman terhadap politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu dengan 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan.
Hakim menilai Emir terbukti menerima hadiah atau janji dari konsorsium Alstom Power Incorporate Amerika Serikat dan Marubeni Incorporate Jepang sebesar US$ 357 ribu saat menjabat Wakil Ketua Komisi Energi DPR. [Fajar]