Ekonomi Memasuki Zona Lampu Merah, Jokowi Bikin Bangkrut Indonesia

utang jokowi
Dananya ada… dana zakat…

Eramuslim.com – Ekonomi era Presiden Jokowi memasuki zona lampu merah. Pasalnya, RAPBN 2017 akan memiliki nilai Rp 2.070,5 triliun dan penerimaannya adalah Rp 1.737,6 triliun. Akan ada defisit Rp 332,8 triliun atau 2,41% dari PDB. Apa yang terjadi?

Sejauh ini pula, utang Indonesia selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Bahkan, hingga Juli 2016, utang Indonesia telah mencapai Rp3.359,82 triliun. Laporan Bank Indonesia (BI) menyebut, posisi ULN Indonesia akhir Juni 2016 sebesar US$ 323,8 miliar, atau naik 6,2% year on year (YoY). Sementara itu, pada kuartal kedua tahun ini, total ekspor (barang, jasa, pendapatan, dan transfer) sebesar US$ 176,13 miliar, turun dari kuartal sebelumnya yang sebesar US$ 179,26 miliar.

Melambatnya ekspor tersebut menyebabkan rasio pinjaman terhadap penerimaan ekspor atau debt to service ratio (DSR) Indonesia juga kian meningkat. Pada kuartal kedua 2016, DSR Indonesia (tier-1) mencapai 35,07%, naik dari kuartal sebelumnya yang sebesar 33,11%.

DSR merupakan indikator kemampuan sebuah negara dalam melunasi utang. Semakin besar angka DSR maka kemampuan negara tersebut dalam melunasi utang semakin melemah. Adapun batas aman DSR menurut International Monetary Fund (IMF) yaitu sebesar 45%.

Penumpukan utang RI di tengah lesunya ekspor membuat kemampuan bayar Indonesia melemah. Bank Indonesia (BI) mencatat, jika dibandingkan dengan penerimaan perdagangan mancanegara, debt to service ratio (DSR) atau rasio utang meningkat. Hal tersebut mencerminkan penurunan kredibilitas kekuatan pembayaran pinjaman.

Kebutuhan utang luar negeri (ULN) Indonesia yang semakin meningkat tak dibarengi dengan kemampuan melunasinya. Seiring ekspor yang belum juga terdongkrak, kemampuan Indonesia untuk membayar utang-utang pun menjadi semakin lemah. Neraca keseimbangan primer atau kemampuan pemerintah membayar utang di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2015 dan APBN 2016 kembali mencatatkan defisit.

Dalam kaitan ini, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengakui kondisi Rancangan APBN (RAPBN) 2017 tidak sehat. Ini karena adanya defisit keseimbangan primer senilai Rp 111,4 triliun.

Keseimbangan primer adalah total penerimaan dikurangi belanja negara tanpa pembayaran bunga utang. Sri Mulyani mengatakan, bila keseimbangan primer ini defisit, itu berarti pemerintah menarik utang baru untuk membayar bunga utang.

“Keseimbangan primer yang negatif artinya pemerintah telah pada titik di mana kita meminjam untuk melakukan pembayaran interest rate. Jadi sebetulnya itu merupakan indikator bahwa kita meminjam bukan untuk investasi, tapi meminjam untuk keperluan men-service utang masa lalu,” kata Sri Mulyani di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (16/8/2016).

Kini banyak negara sekarang berupaya agar defisit keseimbangan primernya berkurang mendekati nol atau bahkan positif. Sehingga, APBN tidak menjadi predator atau tidak mampu melakukan ekspansi belanja lewat penerimaan sendiri.

Tak ada pilihan kecuali pemerintah Jokowi harus berhati-hati dalam pengelolaan RAPBN 2017. RAPBN ini kurang sehat, dan celakanya, Menkeu Sri Mulyani tidak mampu menerbitkan surat utang dengan bunga rendah seperti Amerika Serikat (AS) atau Jepang. Karena itu, pengelolaan APBN harus sangat berhati-hati dengan defisit primer yang terjadi. Kontraksi ekonomi ini akan memukul pembangunan sosial dan pemerataan di negeri ini.

Para analis menilai, utang sudah bertumpuk, reformasi ekonomi, Nawacita dan Trisakti mungkin tinggal mimpi atau bahkan ambruk.(ts/inilah)