Dulu PDIP Tolak Pasal Penghinaan Presiden, Sekarang Dukung

Eramuslim.com – Pada 2013, Saat oposisi, saat Presidennya SBY, PDIP tolak pasal penghinaan Presiden.

Eva Sundari: Pasal Penghinaan Presiden Lahirkan ‘Penjilat’

Usulan Kementerian Hukum dan HAM yang kembali memasukkan pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden dalam Rancangan Undang-Undang KUHP menuai kontroversi. Padahal, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menghapus delik ini pada 2006 lalu.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Eva Kusuma Sundari mengaku sangat tidak sepakat dengan usulan itu. Lantaran, usulan itu dinilai akan sia-sia dan membuang waktu saja.

“Karena itu sudah diputus dan ditolak MK, kok masih tetap dipaksain. Apakah itu bukan manuver yang sia-sia? Karena toh kalo di judicial review ya akan gagal lagi. Jadi ya hanya buang-buang waktu saja untuk membahas pasal yang diajukan kembali itu,” kata Eva di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (3/4/2013).

Eva menjelaskan, jika pasal ini kembali dimasukkan dalam RUU KUHAP, akan memunculkan politisi ‘penjilat’ dan menghidupkan kembali pola Asal Bapak Senang (ABS) seperti era Orde Baru dan era kolonial Belanda.

“Jadi ini banyak agenda yang terkesan menjilat. Kalau ini disahkan, ya berarti kita balik lagi ke zaman Belanda. Dan itu akan menurunkan kualitas demokrasi kita dan equality before the law,” ungkapnya.

Selain itu, lanjut politisi PDIP ini, pemerintah diminta untuk taat kepada asas equality before the law atau persamaan di hadapan hukum.

“Jadi kalo Presiden saat ini jadi sasaran dan caci-maki, ya itu risiko. Tapi bukan berarti ketika dia berkuasa dia tidak bisa dicaci-maki, yang bisa dicaci-maki hanya orang lain saja. Itu kan lucu,” tukas Eva.

http://news.liputan6.com/read/552087/eva-sundari-pasal-penghinaan-presiden-lahirkan-penjilat

2018, Saat berkuasa, saat Presidennya Jokowi, PDIP dukung pasal penghinaan Presiden dihidupkan lagi.

[Senin, 05/02/2018]

PDIP Dukung Pasal Penghinaan Presiden Dihidupkan Lagi

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyatakan partainya mendukung pasal penghinaan presiden dihidupkan kembali dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Pasal itu dianggap penting untuk menjaga marwah presiden sebagai simbol negara agar tak mudah dilecehkan oleh masyarakat.