Dukung Resolusi Atas Iran, Komisi I DPR Kecam Pemerintah

Kalangan Komisi I mendesak DPR mengajukan hak interpelasi terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait sikap pemerintah RI yang turut mendukung resolusi PBB atas Iran.

“Kita mendesak agar DPR melakukan hak interpelasi, setelah itu impeachment baru bisa dilakukan terhadap pemerintah, ” ujar anggota Komisi I Effendi Choirie kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Senin (26/3).

Komisi I menilai pemerintah RI gagal memanfaatkan keanggotaannya di Dewan Keamanan PBB (DK) dalam pengambilan keputusan resolusi tersebut. “Pemerintah Indonesia telah mendukung suatu resolusi yang bertentangan dengan nilai-nilai yang termaktub dalam UUD 1945 pasal 28C ayat 1 yang isinya menegaskan bahwa setiap orang berhak mendapat ilmu pengetahuan dan teknologi demi kesejahteraan umat manusia. ”

Oleh karena itu, Choirie mempertanyakan posisi Indonesia sebagai salah satu negara Anggota Tidak Tetap DK PBB. Langkah pemerintah RI ini membuat bangsa Indonesia citranya kian buruk di mata dunia.

“Pemerintah telah kehilangan kredibiltasnya di mata Negara-negara Dunia Ketiga, dan mematahkan upayanya untuk menjadi mendaitor dalam penyelesaian konflik Timur Tengah, ” katanya.

Anggota Komisi I Fraksi Partai Bintang Pelopor Demokrasi (F-PBPD) Ali Mokhtar Ngabalin menilai, dukungan Indonesia terhadap resolusi untuk Iran membuktikan Indonesia masih berada dalam tekanan Amerika Serikat (AS).

“Apa gunanya jadi anggota DK PBB kalau Indonesia selalu di bawah tekanan AS. Sikap pemerintah itu bukan representasi masyarakat Indonesia, ” kata Ngabalin, politisi asal Partai Bulan Bintang (PBB).

Hal serupa disampaikan Abdillah Toha, anggota Komisi I dari F-PAN. “Sikap dan posisi Pemerimtah Indonesia yang mendukung resolusi 1747 tidak lepas dari sikap pemerintah yang tunduk kepada tekanan kekuatan imperialis di bawah AS untuk tetap mengusai wilayah Timur Tengah, ” tegasnya.

Menlu: Pengembangan Nuklir Iran Harus Sesuai Aturan IAEA

Pemerintah Indonesia menolak apabila pengembangan nuklir dilarang secara total, sebab semua negara punya hak untuk mengembangkan nuklir untuk tujuan damai.

“Indonesia mengusulkan agar DK PBB memberikan kesempatan bagi negara, manapun untuk kembangkan negara nuklir termasuk Indonesia, namun tetap di bawah IAEA, ” jelas Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda dalam press brifieng di gedung Pancasila, Departemen Luar Negeri, Jakarta, Senin (26/3)

Menurutnya, DK PBB menyambut baik usulan Indonesia, salah satunya termuat dalam resolusi DK PBB yang menawarkan kerjasama dengan Iran, termasuk kerjasama dalam pengembangan nuklir di bawah pengawasan Badan Tekhnologi Atom Internasional atau IAEA.

Lebih lanjut Hassan mengatakan, apabila Iran betul-betul berkomitmen mengembangkan nuklir untuk damai harus di bawah petunjuk badan atom internasional, seperti yang diterapkan oleh Indonesia dalam mengembangkan potensi nuklir yang ada di Serpong dan Yogyakarta.

Ia menyatakan, meskipun telah diputuskan dalam resolusi, Iran tetap akan diberikan waktu untuk menghentikan pengayaan uranium, serta tetap mengupayakan proses damai dalam menerapkan saksi lebih jauh.

"Adanya resolusi tersebut, tidak mematikan pengembangan nuklir Iran, dengan catatan Iran mengembangkan nuklir dengan tujuan damai, sesuai dengan usulan Indonesia pada DK PBB bahwa pengembangan nuklir Iran harus dengan kerjasama dengan IAEA, dan tentunya negosiasi yang ditawarkan DK PBB dijalankan oleh Iran, " ujarnya.

Hassan menambahkan, dalam resolusi 1747 juga terdapat dua kebijakan DK PBB yang berisikan tawaran bagi Iran. Pertama, suspension to suspension yaitu apabila setelah resolusi ini ditetapkan Iran mau menangguhkan pengembangan uranium, maka pembicaraan di Dewan Keamanan juga akan ditangguhkan, sedangkan yang kedua, termination to termination apabila Iran menghentikan penggunaan uraniumnya, maka resolusi DK 1747 akan dihentikan.

Untuk diketahui, setelah dijatuhkan sanksi oleh DK PBB dalam resolusi 1737 pada 23 Desember 2006 lalu. DK PBB kembali dijatuhkan sanksi yang termuat dalam Resolusi 1747 pada akhir pekan lalu.

Resolusi tersebut antara lain berisikan pemblokiran eksport senjata Iran, pembekuan asset 28 pejabat dan institusi tambahan yang terkait program nuklir Iran dan melarang didatangkannya bantuan, pinjaman keuangan dan pemberian waktu 60 hari untuk Iran menghentikan program pengayaan uranium. (dina/novel)