Eramuslim.com – Reshuffle dalam bentuk apapun tidak akan menolong rupiah, apabila dilihat dari sisi pelemahan rupiah dan dampaknya terhadap perekonomian.
Demikian disampaikan ekonom senior dari Sustainable Develompment Indonesia (SDI), Dradjad H Wibowo. Menurut Dradjad, tindakan pelaku pasar keuangan global sekarang dipengaruhi dua hal. Pertama, ekspektasi dan spekulasi terhadap kenaikan suku bunga the Fed.
Kedua, kekagetan yang luar biasa terhadap devaluasi Yuan, yang berlawanan dengan keputusan perubahan kebijakan ekonomi partai komunis China yang mengurangi ketergantungan terhada ekspor, dan sinyal dari pemerintah China sendiri. Hal ini semakin meyakinkan pasar bahwa perang mata uang (currency war) memang sedang terjadi, dan bank-bak besar di G7 bahkan masih yakin dolar AS akan terus menguat hingga kuartal pertama 2016.
“Saya melihat proyeksi mereka untuk Rupiah di akhir 2015 bervariasi antara Rp 14.000-Rp 15.000. Indonesia dan Rupiah itu pemain gurem di pasar keuangan. Cadangan devisa-nya pun sangat kecil untuk ukuran global,” ungkap Dradjad kepada Kantor Berita Politik RMOL beberapa saat lalu (Kamis, 13/8).
Bahkan, lanjutnya, seandainya seluruh kabinet diisi kader-kader mafia Berkeley, maka mereka tidak akan sanggup membuat rupiah melawan arus. Jadi, Indonesia memang hanya bisa mengusahakan agar depresiasi rupiah tidak terlalu besar. Bersama ringgit Malaysia, rupiah sekarang menjadi mata uang berkinerja terburuk di Asia, dan pengamanan rupiah harus jadi fokus Presiden.
“Saya hanya menyayangkan, Presiden Jokowi terjebak seperti pendahulunya, tidak berani lepas dari mafia Berkeley. Bahkan saya mendapat info, Lapangan Banteng serius mengkaji akan mengambil tambahan utang dari Bank Dunia dan ADB,” ungkap Dradjad.
Dradjad pun mengingatkan Presiden, selama bertahun-tahun, empat pilar penjaga keuangan Indonesia itu sering dikuasai mafia Berkeley. Dan faktanya, Indonesia sering dihajar krisis rupiah yang sangat serius.
“Keempat pilar itu Kemenkeu, BI, OJK dan LPS. Percaya saya, ideologi dan kebijakan Mafia Berkeley itu berbenturan keras dengan Nawa Cita dan ideologi pro ekonomi rakyat. Jadi, kenapa Presiden masih percaya Mafia Berkeley?” demikian Dradjad.(rz/RMOL)