Istilah abangan yang dimaksud disini adalah bahwa partai-partai ini tak fanatik terhadap agama. Garis perjuangannya tak berbasis pada agama dan kepentingan umat tertentu.
Termasuk di dalam kelompok ini adalah Demokrat, partai besutan SBY. Partai yang di pemilu kali ini sedang jatuh. Angkanya merosot jauh jika dibandingkan beberapa kali pemilu sebelumnya. Yaitu 7,37 persen (survei QC Kedai Kopi). Ini menunjukkan bahwa pengaruh SBY mulai redup. Sementara, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang dikader sebagai penerus estafet Partai Demokrat masih berada di dalam bayang-bayang Sang Ayah. Secara politik, masih belum matang. Jauh di bawah Puan Maharani dalam pengalaman dan kesiapan untuk menerima tongkat estafet kepemimpinan partai.
Faktor utama kenapa Demokrat jeblok dan AHY tak mampu dijadikan faktor recovery, karena sikap SBY yang abu-abu. Tak pernah jelas pilihan politiknya. Kesana gak, kesini gak. Tak salah jika publik menyebutnya sebagai “seorang peragu”. Bahasa halusnya “sangat hati-hati”. Sebut saja “peragu”, biar lebih lugas.
Ada beberapa kasus yang bisa dibuat kesimpulan bahwa SBY dianggap “seorang peragu”. Dan ini yang menjadi sebab utama kenapa Demokrat semakin jeblok Elektabilitasnya. Pertama, pilpres 2014, SBY out side. Berada di luar arena pilpres. Kedua, SBY juga out side di Pilgub DKI putaran kedua antara Anies vs Ahok. Di kedua kompetisi ini, SBY tak ikut. Membiarkan momentum lewat begitu saja. Padahal jika SBY ikut dukung Anies, Demokrat kemungkinan akan dapat simpati dan limpahan suara umat di pemilu sekarang.