Hubungan saya dengan Lieus mulai terbangun sejak dia mulai menantang Ahok di Jakarta, sekitar 2015. Lius mulai dengan gerakan “Kamsia Ahok”. Namun, kala itu dia masih memuji Jokowi.
Saya dan dia berbeda di 2014. Saya tidak suka Jokowi, sedangkan Lieus adalah pendukung utama Jokowi, dan tadinya juga Ahok.
Dalam soal Ahok, kami mempunyai kesamaan menilai bahwa Ahok sok kuasa semena-mena, khususnya dalam penggusuran-penggusuran rakyat kecil demi kepentingan kaum bisnis properti. Dalam menentang Ahok, Lieus sering bersama tokoh Tionghoa lainnya, Jaya Suprana juga ada Zeng Wie Jian.
Sedang saya bersama Bursah Zarnubi (Bursah akhirnya jadi pendukung Jokowi) membangun posko “Lawan Ahok”.
Namun, pada masa itu ketika saya mengatakan pada Lieus bahwa Ahok dan Jokowi satu paket alias Jokowi yang selalu me-back up Ahok. Lieus masih terus membela Jokowi.
Pergeseran politik Lieus terhadap Jokowi mungkin terjadi pada saat Pilgub DKI. Dukungan Jokowi yang membabi buta terhadap Ahok saat itu membuat Lieus semakin meninggalkan rezim Jokowi.
Di samping itu, Lius semakin dekat dengan kelompok Islam militan. Di mana Lieus mempersepsikan kelompok Islam ini mengalami alienasi dan penyingkiran politik oleh rezim Jokowi.
Untuk yang terakhir ini, kelihatannya menjadi ciri khas Lieus, yang selalu ingin dekat dengan masyarakat yang ditindas.