Eramuslim.com – Setelah SBY menang untuk periode kedua, ketua Tim Pemenangan SBY mengundang saya makan di kantornya. Dia minta saya mengisi daftar nama teman-teman aktivis yang akan dijadikan komisaris BUMN atau jabatan lembaga setingkat di bawah menteri. Saya mengisi 10 nama. Kertas itu saya sodorkan kepadanya. Dia kaget dan bertanya, namamu kenapa tidak ada di daftar? Saya mau oposisi saja bang. Saya ingin mengkritik SBY. Kalau abang berkenan dikritik, kataku, saya cuma minta dibantu, saya mau buat lembaga Sabang Merauke Circle.
Hal yang sama di periode pertama SBY, kepala BIN memanggil saya kenapa saya mengusulkan seorang aktivis yang selalu demo di jalanan untuk menjadi kepala badan, kenapa bukan kamu saja yang sudah master dan komisaris di BUMN Pelindo 2. Saya jawab, biar dia saja bang, dia pasti lebih mampu dari saya. Saya cukup komisaris pelabuhan dan di lembaga kajian.
Berkuasa bagi kebanyakan orang adalah tambang emas, kehormatan, cita-cita dan lain sebagainya. Perpisahan saya dengan Ali Ngabalin tepat setelah dia mengajak saya ke bosnya dia untuk dipromosikan di istana. Sejengkal dari pintu kamar bosnya saya pamit ke WC dan kabur ke seberang kantor mereka, di restaurant Garuda Sabang. Kita harus berkuasa Gan, kata Ali. Silakan kataku, aku doakan kamu. Begitu juga Bursah Zarnubi, hampir dua tahun siang malam berdua akhirnya kami harus berpisah, karena dia juga ingin di kekuasaan.