eramuslim.com – Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal mengatakan pemerintah tak mungkin ada waktu lagi untuk mengubah kebijakan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025.
Menurutnya, untuk membatalkan kebijakan tersebut diperlukan waktu yang lama, karena membutuhkan Peraturan Pemerintah (PP) dan perlu dikonsultasikan terlebih dahulu dengan DPR RI.
Sementara itu, aturan mengenai kenaikan pajak 12 persen telah disiapkan dan waktu tersisa tak lebih dari 43 hari lagi, sehingga pemerintah tak lagi memiliki waktu.
“Sebetulnya escape clause-nya ada di pasal 7A itu sudah bisa, kalau memang ada will. Tapi karena ini pemerintah ingin tax ratio juga naik, bingkai pasalnya sudah disiapkan, PP-nya sudah keluar dan tanggalnya disebut, kelihatannya mengeluarkan PP juga harus konsultasikan dengan DPR. Ini sudah tidak mungkin ada waktu,” kata Cucun di Kompleks Parlemen, Selasa, 19 November 2024.
Namun, dia berharap apabila nantinya berdampak ke pertumbuhan ekonomi down maka pemerintah akan mengkaji ulang.
“Tetapi kalau ke depan misalkan ini dari kebijakan 12 persen ini berdampak sangat luas terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi down, ini harus dikaji ulang. Kalau emang sekarang di ujung, karena tanggalnya disebut 1 Januari 2025, udah gak mungkin,” ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah akan menetapkan kebijakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) naik 12 persen pada 1 Januari 2025 mendatang.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut aturan itu tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
“Jadi kami di sini sudah membahas bersama bapak ibu sekalian (DPR), sudah ada UU-nya, kami perlu menyiapkan agar itu bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan yang baik sehingga kami tetap bisa,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu, 13 November 2024.
Sri Mulyani menyebut penerapan PPN 12 persen mulai 2025 itu sudah melalui pembahasan yang panjang dengan DPR RI.
Semua indikator sudah dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan, salah satunya terkait kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Bukannya membabi buta, tapi APBN memang tetap harus dijaga kesehatannya, Namun pada saat yang lain APBN itu harus berfungsi dan mampu merespons seperti saat episode global financial crisis, waktu terjadinya pandemi (COVID-19) itu kami gunakan APBN,” ucapnya.
Sumber: disway