DPR Protes Dana Segar Rp 1 Triliun untuk Garuda

Suntikan dana segar untuk PT Garuda Indonesia sebesar Rp 1 triliun dan PT Merpati sebesar Rp 450 miliar terus mengundang reaksi keras dari kalangan Komisi VI DPR. Pasalnya, Komisi VI sendiri merasa dilangkahi karena penyuntikan dana untuk kedua BUMN plat merah itu mengabaikan proses di komisi yang membidangi BUMN itu.

“Kenapa diputus tanpa persetujuan Komisi VI DPR. Tiba-tiba di Panitia Anggaran DPR sudah disetujui. Ada kecendurangan Garuda dan Merpati melakukan lobi-lobi yang menghalalkan segala cara,” ujar anggota Komisi VI DPR Cecep Rukmana kepada wartawan di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Kamis (14/9).

Menurutnya, proses yang terlewat itu yakni tidak diberikannya rencana kerja Garuda dan Merpati kepada Komisi VI DPR. Sehingga, Komisi VI yang membidangi kinerja BUMN itu justru tidak bisa mengetahui peruntukan suntikan dana itu digunakan untuk apa saja.

“Komisi VI sudah protes tapi sudah terlanjur diketok di APBNP 2006. Lobi-lobi itu bisa menjadi biang kebocoran buat dana itu. Kita harus terbukalah. Ini peran Meneg BUMN Sugiharto, dan kita akan tanyakan itu,” papar dia.

Ia menambahkan, Komisi VI perlu mengetahui rencana kerja Garuda dan Merpati terutama mengenai operasional, maintenance, lay off (pengurangan karyawan), marketing dan financial. “Lay off-nya seperti apa. Jangan sampai terulang kasus PT. Dirgantara Indonesia yang tidak selesai sampai sekarang, yang belum disampaikan,” tegasnya.

Kendati demikian, secara prinsip Komisi VI DPR setuju untuk menyelamatkan Garuda dan Merpati yang sudah kritis, tapi kata Cecep, pihaknya meragukan penyuntikan dana itu bisa berhasil. Karena berbagai masalah internal Garuda yang belum teratasi seperti utang kepada sejumlah kreditor termasuk Bank Mandiri, budaya kerja yang tidak profesional, dan berbagai kasus kebocoran penjualan tiket.

Sebelumnya dalam rapat paripurna pengesahan APBNP2006, Ketua Komisi VI Didik J. Rachbini juga menyampaikan keputusan rapat komisi terkait soal Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 500 miliar pada 2006 dan Rp 500 miliar lagi di RAPBN 2007 serta Rp 450 miliar untuk Merpati. Didik meminta hasil keputusan Komisi itu dijadikan catatan di APBNP. (dina)