Setelah interpelasi Iran dan lumpur Lapindo, pemerintah juga harus siap menghadapi interpelasi minyak goreng (migor). Hal ini ditempuh DPR karena harga migor masih tinggi.
"Interpelasi yang dilakukan bukan dalam konteks menjatuhkan Presiden, seperti dalam konstitusi, namun lebih menyangkut citra yang menunjukkan ketidakmampuan berpemerintahan, " ujar anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar (F-PG), Marzuki Achmad SH di Jakarta, Rabu (20/6).
Menurutnya, serupa dengan persoalan Lapindo, pada masalah migor pun sumber persoalan bukan pada kebijakan pemerintah. Masalah migor, pemerintah menghadapi permintaan crude palm oil (CPO) yang makin tinggi di tingkat dunia. Akibatnya, produksi CPO dalam negeri banyak diekspor, apalagi sebagian produksi CPO dalam negeri adalah milik asing.
Pemerintah memang minta pengalokasian CPO untuk mencukupi kebutuhan migor dalam negeri, tetapi masalahnya produsen CPO asing tak mudah diintervensi. Ketika pemerintah meningkatkan pajak ekspor, juga menimbulkan problema karena harga CPO internasional dan turunannya pasti naik.
Ia menambahkan, dewan kelapa sawit nasional yang baru dibentuk belum menunjukkan kinerjanya, misalnya dalam mengontrol dan apalagi menurunkan harga migor.
Peningkatan pajak ekspor, katanya, tidak secara signifikan bisa mengurangi minat produsen untuk mengekspor, karena harga CPO luar negeri memang lebih tinggi, yang sekarang mencapai sekitar 820 dolar AS/ton. (dina)