Kalangan DPR diminta membuka kesempatan bagi calon independen pemilihan kepala daerah (Pilkada) dalam pembahasan revisi UU paket Politik, dengan memasukkan kata perseorangan. Dengan demikian calon independen bisa mengikuti Pilkada di seluruh Indonesia.
"Saya pikir pemasukan kata perseorangan itu mutlak harus ada, untuk menciptakan keadilan politik. Kita tidak mengabaikan partai politik. Karena itu parpol dituntut lebih dewasa dalam memahami persoalan itu, " ujar Pengamat politik Sugeng Sarjadi Syndicated, Dr Sukardi Rinakit di Gedung DPR/MPR, Jakarta.
Menurutnya, negara dinilai tidak adil, manakala tidak memasukkan atau membuka perseorangan menjadi calon independen. Oleh karena itu peluang itu harus diberikan. Kita tidak mengabaikan partai politik, karena itu dalam persoalan calon independen tersebut parpol dituntut untuk lebih dewasa.
Sukardi menegaskan, jika dalam perjalanannya parpol telah dewasa, maka pada akhirnya calon independen tidak akan dipilih masyarakat. Namun sekarang, katanya, bila DPR tidak memberikan peluang atau memasukkan kata ‘perseorangan’ dalam UU Politik, maka DPR tidak memberikan contoh sikap bernegara yang baik.
“Saat ini DPR ataupun parpol mesti bersikap adil dengan cara menghargai adanya calon independen sebagai instrumen untuk hadir dalam Pilkada, ” tegasnya lagi.
Sementara, Panda Nababan dari F-PDIP menyatakan, jika tak ada calon alternatif, dikhawatirkan banyak warga pemilih yang akan memilih golput. Sukardi Rinakit menambahkan, pada prinsipnya dasar UUD 1945 adalah adil termasuk dalam menentukan calon pemimpin.
“Jika nanti parpol sudah dewasa dan mapan, calon independen tak akan laku, ” jelasnya.
Namun Ketua Pansus RUU DKI Jakarta Effendi Simbolon mengatakan, dukungan tersebut tidak berarti akan memasukan usulan mengenai calon independen itu ke dalam RUU DKI, karena RUU yang sedang dibahas pansus itu tidak mengatur tentang persyaratan pengajuan calon.
“Dalam RUU Pemerintahan DKI yang terdiri dari 42 pasal hanya terdapat satu pasal yang mengatur tentang pilkada. Itu pun tidak mengenai persyaratan pengajuan calon tetapi mengenai perolehan suara dalam pilkada, ” ujarnya.
Pasal tersebut, kata Simbolon, menyatakan, calon gubernur dan calon wakil gubernur yang memperoleh suara 50 persen plus satu akan ditetapkan sebagai gubernur dan wakil gubernur terpilih. Bila tidak ada pasangan calon yang memperoleh suara 50 persen plus satu maka diadakan pilkada putaran kedua.
"Jadi RUU yang sedang kami bahas ini tidak mengatur soal calon independen. Tapi sebagai sebuah pemikiran untuk membagun sistem pemilu ke depan, kami dukung gagasan tentang calon independen itu, " tandasnya. (dina)