DPR Akan Ajukan Hak Interpelasi Kasus Lumpur Lapindo

Fraksi-fraksi di DPR akan mengajukan hak interpelasi, jika dalam sebelas bulan ini penanganan Lumpur lapindo tidak juga beres.

Hak interpelasi akan diajukan meski Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah mengeluarkan Perpres (Peraturan Presiden) No. 14/2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) sebagai pengganti dari Timnas Penanggulangan Lumpur Lapindo.

“Soal interpelasi Lapindo itu memang akan diajukan ke pimpinan DPR setelah terbentuknya BPLS, dan ketika memasuki awal sidang pada Mei mendatang, ” ujar anggota Komisi XI FKB DPR Ario Wijanarko pada wartawan di Gedung DPR/MPR RI Jakarta, Kamis (12/4).

Dijelaskannya, hak interpelasi lumpur Lapindo itu sudah ditandangani sedikitnya 25 anggota DPR lintas fraksi. Yaitu dari FPKB, FPDIP, FPKS, dan FPDS.

Sementara itu, anggota Komisi V DPR Azwar Anas menilai, pemerintah dan PT. Lapindo Brantas sangat lambat menangani lumpur Lapindo. Sehingga korban dan daerah yang terendam Lumpur terus bertambah. Bahkan banyak warga yang stress berat akibat tidak jelasnya penyelesaian luberan lumpur tersebut. “Sehingga warga yang mengungsi sudah mencapai 21 ribu orang, ” katanya.

Setidaknya, kata dia, ada tiga hal penting yang harus segera dituntaskan oleh PT. Lapindo dan pemerintah dalam kasus lumpur Lapindo tersebut. Pertama, relokasi korban termasuk ganti rugi (cash and carry) yang mesti diselesaikan. Kedua, relokasi infrastruktur terutama transportasi darat (jalan raya dan kereta api) yang menghubungkan Surabaya dengan seluruh wilayah di Jawa Timur, dan Ketiga, pembangunan kanal agar lumpur tidak terus meluber ke wilayah lain.

Menurut mantan aktivis IPPNU ini, ketiga masalah tersebut jika tidak segera diatasi, akan menyebabkan perekonomian di Jawa Timur terpuruk. “Kalau saja relokasi korban itu tidak jelas membuat warga stress, merembetnya luberan lumpur terus mengancam warga di desa-desa sekitar, dan mandegnya transportasi itu akan melumpuhkan hampir seluruh perekonomian yang ada di Jawa Timur, ” papar dia.

Di Pasuruan, wilayah timur Sidoarjo, Surabaya saja, kata Azwar Anas, kini banyak pabrik-pabrik, perusahaan, dan restoran yang sudah tutup karena terganggungnya transportasi darat tersebut. Karena itu PT. Lapindo dan BPLS harus segera menyelesaikan ketiga masalah utama itu. Apalagi semua biaya yang meliputi biaya penanggulangan masalah sosial kemasyarakatan serta biaya infrastruktur akan menjadi beban APBN.

“Lapindo hanya diwajibkan bertanggung jawab terhadap tanggul utama Lumpur hingga kali Porong dan korban di wilayah itu. Di luar itu ditanggung pemerintah, " ujarnya. (dina)