Penolakan Israel terhadap kedatangan pasukan perdamaian dari Indonesia, Malaysia, dan Bangladesh tidak perlu direspon. Alasan bahwa tiga negara Muslim itu tidak memiliki hubungan diplomatik dengan negeri Yahudi.
"Alasan itu hanya emosional belaka untuk mengulur-ulur waktu genjatan senjata," demikian Wakil Ketua DPR RI A. Muhaimin Iskandar pada para wartawan di Gedung MPR/DPD RI Jakarta, Selasa (22/8).
Menurutnya, Indonesia harus tetap mengirim TNI-nya guna mempercepat pemulihan keamanan dan menjaga stablitas masa genjatan senjata. Ditegaskannya, kehadiran pasukan Indonesia juga bukan untuk memihak salah satu pihak.
“Soal dianggap akan membela Hizbollah itu terserah Israel, yang jelas kedatangan pasukan Indonesia di bawah payung PBB adalah untuk perdamaian dan tidak memihak salah satu negara termasuk Hezbollah Lebanon. Jadi, Indonesia tetap harus berangkatkan militer ke Lebanon dengan alasan kemanusiaan dan perdamaian,” ujar Muhaimin.
Sementara Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR Abdillah Toha berharap pemerintah tidak gegabah dalam mengirimkan pasukan perdamaian ke Lebanon. Pemerintah harus mempelajari aturan pertempuran di tingkat dunia sebelum memberangkatkan pasukan. Politisi PAN itu khawatir militer Indonesia terjebak dalam mandat operasi yang membahayakan posisi militer dan politik Indonesia.
Alasannya, katanya, mengingat PBB sampai saat ini belum memiliki kesepakatan atas mandat yang akan diberikan kepada pasukan perdamaian tersebut. Sehingga masih dimungkinkan akan keluar resolusi baru PBB setelah Resolusi Nomor 1701. Resolusi baru yang katanya ada itu mesti dipelajari dulu.
Sedangkan soal penolakan Israel atas masuknya pasukan perdamaian yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Yahudi itu, menurutnya, Israel tidak memiliki hak untuk menolak pasukan perdamaian tersebut. Pasukan PBB itu tidak dikirim ke Israel, melainkan ke Lebanon untuk mewujudkan perdamaian di sana. Itu hak dan menjadi wewenang PBB.
“Jika pengiriman pasukan perdamaian oleh pemerintah bertujuan untuk melucuti persenjataan gerilyawan Hizbullah, itu kita tolak karena Indonesia bukan kerja untuk Israel,” tegas dia. (dina)