Rencana pemerintah menghapuskan subsidi BBM dalam rangka mengurangi beban pengeluaran negara, justru dikhawatirkan menjadi penyebab kenaikan kebutuhan bahan pokok, dan memicu meningkatkan jumlah kemiskinan di Indonesia.
"Pemerintah hanya ingin meliberalisasi ekonomi, mencabut subsidi demi menghemat pengeluaran, apakah itu benar, justru harga minyak akan naik, yang kemudian disertai lonjakan barang kebutuhan lainnya, begitu juga pos-pos anggaran di departemen akan meningkat. Ini akan melebihi subsidi untuk migas sendiri, "ujar Ketua Lajnah Maslahiyah DPP Hizbut Tahrir Indonesia Dr. Reza Rosadi dalam diskusi publik, di Aula KNPI, Jakarta, Senin(17/12).
Menurutnya, BBM seperti air dan tanah merupakan sumber daya alam yang dalam syariat Islam adalah milik bersama-sama semua umat, sehingga tidak pihak manapun yang bisa memiliki atau menjualnya kepada pihak lain. Sebagaimana dalam termaktub dalam UUD 1945 pasal 33 Bumi, Air, tanah dikuasai oleh negara, di pergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
"Jadi di sini bisa muncul penafsiran belum tentu mengusai itu memiliki, negara seharusnya dapat mendayagunakan dalam rangka melindungi kepentingan negara, "imbuh Rosadi.
Rosadi menegaskan, kesalahan yang terbesar yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia yaitu menjual atau menyerahkan aset negara milik umum, seperti pertambangan dan kilang minyak kepada penguasaan asing. Padahal sebagai wakil rakyat peran negara sangat diperlukan untuk mengelola secara amanah sumber daya alam untuk kepentingan rakyat.
Senada dengan itu, Pengamat Ekonomi Tim Indonesia Bangkit Ichsanuddin Noorsy menegaskan, pada krisis BBM tahun 2005 lalu,
pemerintah pernah berjanji tidak akan menaikan lagi harga BBM, namun kalau pemerintah mencabut subsidi BBM sama saja dengan memanipulasi komoditas, sehingga akan mengalami kenaikan.
"Memang pemerintah bisa menghemat anggaran antara 25-30 trilyun, tapi penghemat itu justru akan mengakibatkan seperti yang terjadi pada Oktober 2005 industri manufaktur, industri transportasi, UKM akan terkena dampaknya, batas kemiskinan naik lagi gak karu-karuan, "tegasnya.
Selain itu dari sisi politis, lanjutnya, hal itu dapat menurunkan popularitas dan menghilangkan dukungan terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang berencana maju lagi dalam pemilu 2009.(novel)