Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menolak Exxonmobil menguasai Migas di Blok Cepu, Bojonegoro, Jawa Timur dan mendukung agar pemerintah mengambil alih pengelolaan Migas Blok Cepu yang bernilai milyaran dollar itu.
Alasannya, selama ini perusahaan asing hanya mengeruk kekayaan Indonesia dan dengan seenaknya membagikan hasil setelah dipotong berbagai ongkos produksi (cost recovery), sehingga negara dapat bagian sangat kecil dan itu merugikan negara. Menurut anggota DPD asal DKI Jakarta Marwan Batubara, sudah seharusnya pengelolaan Blok Cepu dikembalikan ke Pertamina.
“Penunjukan Pertamina sebagai operator akan menjamin terpenuhinya amanat konstitusi dan aspek hukum lainnya. Negara juga akan terhindar dari beban cost recovery,” ujar anggota DPD RI Marwan Batubara kepada wartawan di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Senin (20/2).
Selain itu, katanya, cost recovery itu berpotensi manipaulatif yang merugikan pemerintah daerah. Menurut hasil audit BPKP tahun 2004, paparnya, dari 450 juta dollar AS yang diklaim Exxonmobil hanya 300 juta dollar AS yang bisa dipertanggungjawabkan.
Anehnya lagi, Exxonmobil malah menuntut biaya pengeboran 834 dollar AS/kaki. Sementara biaya pengeboran oleh kontraktor lain seperti Devon hanya 486 dollar AS/kaki (Sukowati), dan 344 dollar AS/kaki (Mudi).
Karena itu sungguh naif jika pertamina dan Pemda Blora-Bojonegroro (Jatim-Jateng) yang memiliki minoritas (10%) saham tidak digabungkan untuk menguasai saham mayoritas, sehingga Pertamina berperan sebagai operator, tambah dia.
“Jadi tidak benar kalau pemerintah membiarkan Pertamina berhadapan sendiri dengan asing itu. Jangan sampai pemerintah tunduk kepada keinginan asing termasuk Amerika Serikat,” tegas Marwan.
Seperti diketahui, Blok Cepu ditemukan Humpus Petrogas. Mengenai proses pengambil-alihan melalui TAC Plus (Technical Assosiation Contract) yang dibuat oleh Humpus dan Exxonmobil dinilai melanggar UU No.19/2003 tentang BUMN dan UU No.22/2001 tentang Migas. (dina)